BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sasaran
pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yakni
mengurangi Angka Kematian Ibu ( AKI ) dan Angka Kematian Bayi ( AKB ) dengan
salah satu program untuk menurunkan AKI dan menekan angka pertumbuhan penduduk
dalam mewujudkan suatu program Keluarga Berencana (KB). Target MDGs
2015, yakni 110 per 100.000 kelahiran hidup, maka AKI saat ini masih perlu
diturunkan lagi (Yanti, 2013).
Keluarga sebagai unit terkecil kehidupan
bangsa diharapkan menerima Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera ( NKKBS )
yang berorientasi pada catur warga. Pemerintah meluncurkan gagasan
baru, yaitu keluarga berencana mandiri artinya masyarakat memilih metode KB
dengan biaya sendiri melalui KB lingkaran biru dan lingkaran emas dan
mengarahkan pada pelayanan Metode Kontrasepsi Efektif ( MKE ) yang meliputi
AKDR, suntikan KB, susuk KB, dan Kontap (Manuaba, 2012).
Menurut World Health Organization (WHO) penggunaan
alat kontrasepsi adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami
istri untuk mendapatkan objek - objek tertentu, menghindari kelahiran yang
tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur
interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan
umur suami istri, dan untuk menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto,
2008).
Data WHO menunjukkan bahwa pengguna alat
kontrasepsi Implant di seluruh dunia masih di bawah alat kontrasepsi suntik,
pil, kondom dan IUD, terutama di negara – negara berkembang. Persentase
penggunaan alat kontrasepsi suntik yaitu 35,3%, pil 30,5%, IUD 15,2%, sedangkan
Implant dibawah 10% yaitu 7,3%, dan alat kontrasepsi lainnya sebesar 11,7%.
Pada saat ini diperkirakan memakai IUD/AKDR, 30% terdapat di CINA, 13% di Eropa,
5% di Amerika Serikat, 6,7% di negara – negara berkemabang lainnya (Safrina,
2012).
Sebenarnya Implant efektif mencegah kehamilan
selama 3 tahun. Tingkat kegagalan lebih sedikit dibanding IUD. Sementara alat
KB berupa pil dan suntikan sifatnya jangka pendek dan kerap gagal, jika
dipasang dengan benar, metode kontrasepsi ini memiliki efektivitas sampai 99
persen dengan tingkat kegagalan hanya 0,05 dari 100 wanita yang memakainya.
Adapun salah satu alat kontrasepsi yang digerakkan pemerintah untuk metode kontrasepsi
jangka panjang (MKJP) adalah implant. Beberapa faktor
penyebab kurangnya minat PUS
menggunakan MKJP dapat
ditinjau dari berbagai segi yaitu: segi pelayanan KB, segi kesediaan alat
kontrasepsi, segi penyampaian konseling maupun Komunikasi Informasi
Edukasi (KIE) dan hambatan budaya (Hartanto, 2010).
Persentase peserta KB Baru menurut
metode kontrasepsi di Indonesia. Usia subur seorang wanita biasanya
antara 15-49 tahun, oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau
menjarangkan kelahiran, wanita/pasangan ini lebihdiprioritaskan untuk
menggunakan alat/metode KB. Cakupan peserta KB Baru dan KB Aktif pada
profil kesehatan 2013, jumlah PUS di seluruh Indonesia mencapai 44.738.378
orang dengan jumlah peserta KB Baru 8.647.024 orang (19,33%), dan jumlah
peserta KB Aktif 33.713.115 orang (75,36%). Persentase peserta KB Aktif menurut
metode kontrasepsi di Indonesia IUD 11,03%, MOW 3,53%, MOP 0,68%, Implan 8,26%,
Kondom 2,50%, Suntik 47,19%, Pil 26,81% (Depkes RI, 2013).
Di Provinsi Pemerintah Aceh, sampai
dengan bulan maret tahun 2012 dengan jumlah PUS 776.140 orang. Peserta KB
Aktif yang menggunakan metode kontrasepsi IUD 11.993 (2,02%), MOW 4.479
(0,76%), MOP 187 (0,03), Implan 11,746 (1,98%), Kondom 51.698 (8,72%), Suntik
267.195 (45,06%), Pil 245.727 (41,44%) (Depkes RI, 2013).
Di
Propinsi Sumatera Utara, perkembangan pasangan usia subur yang aktif sebagai
peserta KB yang dilaporkan dari kabupaten/kota sampai akhir Desember 2012
mencapai 1.312.405 pasangan atau 65.19% dari 2.013.452 pasangan usia subur yang
ada di Sumatera Utara. Persentase PIL 35,24%, suntikan 33,53%, IUD 10,63%, MOW
8,34%, Implant 7,41%, kondom 4,58% dan dengan metode medis
operasi pria (MOP) hanya 0,28% dari jumlah pasangan usia subur yang aktif
sebagai peserta KB (Wiratno, 2012).
Jumlah PUS di Kabupaten Deli Serdang sampai
tahun 2013 sebanyak 300.133 jiwa, dengan capaian Akseptor KB baru sebesar
14,98%, peserta KB aktif sebesar 73.06%.
Akseptor yang menggunakan MKJP seperti:
IUD sebesar 11,11%, MOP/MOW sebesar 5,74%, implant sebesar
8,035%. Non MKJP yaitu memakai kondom sebesar 8,23%, suntik sebesar 31,45% dan
pil sebesar 35,41% (Yanti, 2013).
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan
pada tanggal 24 Maret di Balai Pengobatan Swasta Ika Dusun IX Desa
Bandar Setia Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang terdapat jumlah
PUS yang menggunakan alat kontrasepsi sebanyak 167 Pasangan Usia Subur dengan
suntik 69 orang (41,3%), pil 72 orang (43,1%), kondom 4 orang (2,4 %), Implan
19 orang ( 11,4 % ) dan IUD 3 orang (1,8 %).
Dari hasil survei 167 Pasangan Usia Subur (
PUS ) 5 diantaranya mengatakan takut untuk memakai kontrasepsi IUD, tidak
mempunyai biaya, dan tidak mendapatkan izin dari suaminya untuk memakai
kontrasepsi IUD, karena PUS mendengar cerita-cerita buruk mengenai IUD.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian “ Faktor-faktor penyebab kurangnya minat
PUS memilih IUD sebagai alat kontrasepsi Di Balai Pengobatan Swasta Ika Dusun
IX Desa Bandar Setia Kec. Percut Sei Tuan Tahun 2014”.
B. Perumusan Masalah
Dari
uraian latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah, yaitu : “
Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi PUS tidak memilih IUD sebagai alat
kontrasepsi di Balai Pengobatan Ika Dusun IX Desa Bandar Setia Kecamatan Percut
Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui Faktor Penyebab PUS Tidak
Memilih IUD Sebagai Alat Kontrasepsi di Balai Pengobatan Swasta Ika Dusun IX
Desa Bandar Setia Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014.
2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui Faktor-Faktor Penyebab PUS Tidak Memilih IUD
Sebagai Alat Kontrasepsi berdasarkan Pengetahuan di Balai Pengobatan Swasta Ika
Dusun IX Desa Bandar Setia Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli
Serdang Tahun 2014.
2. Untuk mengetahui Faktor-Faktor Penyebab PUS Tidak Memilih IUD
Sebagai Alat Kontrasepsi berdasarkan Umur di Balai Pengobatan Swasta Ika Dusun
IX Desa Bandar Setia Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli
Serdang Tahun 2014.
3. Untuk mengetahui Faktor-Faktor Penyebab PUS Tidak Memilih IUD
Sebagai Alat Kontrasepsi berdasarkan Pendidikan di Balai Pengobatan Swasta Ika
Dusun IX Desa Bandar Setia Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli
Serdang Tahun 2014.
4. Untuk mengetahui Faktor-Faktor Penyebab PUS Tidak Memilih IUD
Sebagai Alat Kontrasepsi berdasarkan Paritas di Balai Pengobatan
Swasta Ika Dusun IX Desa Bandar Setia Kecamatan Percut Sei
Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014.
5. Untuk mengetahui Faktor-Faktor Penyebab PUS Tidak Memilih IUD
Sebagai Alat Kontrasepsi berdasarkan Sumber Infromasi di Balai Pengobatan
Swasta Ika Dusun IX Desa Bandar Setia Kecamatan Percut Sei
Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014.
D. Manfaat
Penelitian
1. Bagi Balai Pengobatan Ika
Sebagai bahan
masukan dan sumber pemikiran bagi tenaga kesehatan yang berada di Balai
Pengobatan Ika Dusun IX Desa Bandar Setia Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten
Deli Serdang untuk lebih meningkatkan informasi tentang keuntungan dan kerugian
serta informasi lainnya dari IUD kepada PUS.
2. Bagi responden
Sebagai masukan
dan dapat memberikan pengetahuan bagi PUS untuk mengetahui tentang kontrasepsi
IUD.
3. Bagi peneliti
Sebagai penambah
wawasan dan pengetahuan serta menerapkan ilmu pengetahuan tentang Kontrasepsi
IUD yang sudah didapat selama perkuliahan di pendidikan Akademi Kebidanan
Harapan Mama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keluarga Berencana
1. Pengertian keluarga berencana
Menurut World
Health Organisation ( WHO ) Expert
Commite, ( 1970 ) Keluarga Berencana adalah tindakan yang
membantu individu atau pasangan suami istri untuk :
1. Mendapatkan objektif-objekif tertentu
2. Menghindarkan kelahiran yang tidak diinginkan
3. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan
4. Mengatur interval di antara kelahiran
5. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan
dengan umur suami istri
6. Menetukan jumlah anak dalam keluarga (Pinem,
2009).
Program Keluarga
Berencana ( KB ) adalah bagian yang terpadu (integral) dalam
program pembangunan nasional dan bertujuan untuk menciptakan
kesejahteraan ekonomi, spiritual dan sosial budaya penduduk
Indonesia agar dapat dicapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi
nasional (Depkes, 2012).
2. Tujuan Keluarga Berencana
1. Tujuan umum
Pemberian dukungan dan pemantapan penerimaan gagasan KB yaitu
dihayatinya Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS).
2. Tujuan pokok
Penurunan angka kelahiran yang bermakna. Guna mencapai tujuan
tersebut, ditempuh kebijaksanaan menggolongkan pelayanan KB ke dalam tiga fase
yaitu :
a. Fase menunda kehamilan/kesuburan
b. Fase menjarangkan kehamilan
c. Fase menghentikan/mengakhiri
kehamilan/kesuburan (Pinem, 2009).
3. Pengertian akseptor KB
Akseptor Keluarga Barencana (KB) adalah
Pasangan Usia Subur (PUS) yang menggunakan salah satu alat/obat kontrasepsi (BKKBN,
2007).
B. Pasangan Usia Subur (PUS)
Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan
suami istri yang hidup bersama dimana istrinya berusia
15-49 tahun, yang harus dimotivasi
terus-menerus sehingga menjadi peserta
Keluarga Berencana (KB) ( Depkes RI, 2002).
C. Kontrasepsi
1. Pengertian kontrasepsi
Kontrasepsi adalah usaha-usaha
untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usaha – usaha
itu dapat bersifat sementara, dapat
juga bersifat permanen. Yang
bersifat permanen dinamakan pada wanita tubektomi dan
pada pria vasektomi (Sarwono, 2011).
2. Efektifitas Kontrasepsi
Menurut Sarwono (2011 ), efektifitas (
daya guna ) suatu cara kontrasepsi, dapat dinilai pada 2 tingkat yakni :
1. Daya guna teoritis (theoretical
effectiveness), yaitu kemampuan suatu cara kontrasepsi untuk mengurangi
terjadinya kehamilan yang tidak diingini, apabila cara tersebut digunakan
terus-menerus dan sesuai dengan petunjuk yang diberikan.
2. Daya guna pemakaian (use effectiveness),
yaitu kemampuan suatu cara kontrasepsi dalam keadaan sehari-hari dimana
pemakaiannya dipengaruhi oleh beberapa factor-faktor seperti pemakaian tidak
hati-hati, kurang taat pada peraturan, dan sebagainya.
3. Jenis - Jenis Metode Kontrasepsi
1) Metode sederhana
a. Kondom
Menampung spermatozoa sehingga tidak masuk kedalam kanalis
serviks.
b. Pantang berkala
1. Pantang berkala dengan sistem kalender
Metode ini memerlukan sistem menstruasi yang teratur sehingga
dapat memperhitungkan masa subur untuk menghindari kehamilan dengan tidak
melakukan hubungan seks.
2. Pantang berkala dengan sistem suhu basal
Metode ini memerlukan pengetahuan dan metode pengukuran yang
adekuat, sehingga dapat bermanfaat.
c. Senggama terputus
Konsep metode senggama terputus adalah mengeluarkan kemaluan
menjelang terjadinya ejakulasi. Metode ini merupakan metode tertua didunia.
Kekurangannya mengganggu kepuasan kedua belah pihak, kegagalan hamil sekitar
30% sampai 35% karena semen keluar sebelum mencapai puncak kenikmatannya.
d. Spermisida
Adalah zat kimia yang dapat melumpuhkan sampai mematikan
spermatozoa yang digunakan menjelang hubungan seks.
2 ) Metode Efektif
a. Kontrasepsi hormonal
1. Kontrasepsi hormonal pil
Pada setiap pil terdapat terdapat perbandingan kekuatan
estrogenic (lebih dominan estrogen) atau progesterogenik (dominan
progesterone), melalui penilaian menstruasi.
2. Kontrasepsi hormonal suntikan
Tingginya minat pemakai suntikan Keluarga Berencana (KB) oleh
karena aman, sederhana, efektif, tidak menimbulkan gangguan dan dapat dipakai
pada pasca persalinan.
3. Kontrasepsi hormonal susuk (Implant)
Metode ini mudah digunakan, murah, dan aman, setiap kapsul susuk
KB mengandung 36 mgLevonorgestrel yang akan dikeluarkan setiap
harinya sebanyak 80 mg.
b. Kontrasepsi mekanis
1. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
Belum
diketahui jelas cara kerjanya, tetapi cara kerjanya bersifat lokal.
3 ) Metode Modern
a. Kontrasepsi mantap wanita ( Tubektomi )
Kontap atau
sterilisasi merupakan metode KB yang paling efektif, murah, aman, dan mempunyai
nilai demografi yang tinggi.
b. Kontrasepsi mantap pria ( Tubektomi )
Merupakan
tindakan operasi ringan, murah, aman, dan mempunyai arti demografis yang
tinggi, artinya dengan operasi ini banyak kelahiran dapat dihindari (Manuaba,
2012)
D. Intra Uterine Device ( IUD )
1. Defenisi
IUD
Intra Uterine
Device (IUD) adalah benda kecil yang terbuat dari plastik yang lentur,
mempunyai lilitan tembaga atau juga mengandung hormon dan dimasukan kedalam
rahim melalui vagina dan mempunyai benang (Handayani, 2010).
2. Jenis AKDR / IUD
Jenis
IUD yang dipakai di Indonesia antara lain, yakni :
1. Copper T
Jenis IUD Copper-T berbentuk
T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian
vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini
mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik.
2. Copper-7
Jenis IUD Copper-7 berbentuk
angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Fungsinya sama dengan
lilitan tembaga halus pada IUD Copper-T.
3. Multiload
Jenis IUD multi
load terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri
dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Ada tiga jenis ukuran multiload yaitu
standar, small, dan mini.
4. Lippes loop
Jenis IUD Lippes
loop terbuat dari polyethelene, berbentuk huruf spiral
atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada
ekornya. Lippes loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut
ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B
27,5 mm (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning) dan tipe D
berukuran 30 mm dan tebal (benang putih) (Mulyani, 2013).
3. Keuntungan IUD
1. Efektif dengan segera
2. Tidak ada interaksi obat
3. Sangat efektif
4. Tidak terkait dengan koitus (Everett, 2012).
4. Kerugian IUD
1. Monoragia
2. Dismenorea
3. Sedikit peningkatan resiko kehamilan ektopik
bila ada kegagalan AKDR
4. Peningkatan resiko infeksi panggul
5. AKDR terlepas keluar
6. Perforasi uterus, usus dan kandung kemih
7. Malposisi AKDR
8. Kehamilan yang disebabkan oleh pengeluaran,
perforasi, atau malposisi (Everett, 2012).
5. Mekanisme kerja IUD
Mekanisme kerja yang pasti dari IUD belum
diketahui pasti. Dari berbgai penelitian ilmiah dinyatakan bahwa IUD dengan
kandungan tembaga seperti CUT mekanisme kerjanya adalah mencegah bertemu dan
menyatunya sperma dengan sel telur (fertilisasi). Demikan pula dengan
penggunaan IUD yang mengandung progestin, sperma dapat dicegah untuk bergerak
melalui serviks dan dibunuh oleh sel darah putih (leukosit) yang timbul
dalam cairan uterus sebagai hasil rangsangan IUD. Mekanisme kerja utamanya
adalah mencegah fertilisasi bukan implantasi (Irianto, 2012).
6. Efektifitas IUD
Efektifitas IUD untuk
mencegah kehamilan cukup tinggi dalam jangka waktu yang lama. Angka kehamilan
pada pemakaian IUD berkisar antara 1,5-3 per 100 wanita pada tahun pertama, dan
angka tersebut menjadi lebih rendah pada tahun-tahun berikutnya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kehamilan adalah jenis IUD
:
a. Ukuran (besar)
b. Luas permukaan IUD
c. Umur akseptor
d. Lamanya pemakaian
e. Dan kurang teraturnya akseptor menjalani
jadwal control untuk periksa ulangan (Mochtar, 2012).
7. Komplikasi IUD
1. Merasa sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah
pemasangan
2. Perdarahan berat pada waktu haid atau di antaranya yang
memungkinkan penyebab anemia
3. Perforasi dinding uterus ( sangat jarang
apabila pemasangannya
benar) (
Saifuddin, 2013 ).
8. Yang
boleh menggunakan IUD
1. Usia reproduksi
2. Keadaan nullipara
3. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka
panjang
4. Menyusui yang menginginkan menggunakan
kontrasepsi
5. Setelah melahirkan dan tidak menyusui
bayinya
6. Setelah mengalami abortus dan tidak
terlihat terjadinya infeksi
7. Resiko rendah dari IMS
8. Tidak menghendaki metode hormonal
(Saifuddin, 2013).
9. Yang tidak boleh menggunakan IUD
1. Sedang hamil
2. Perdarahan vagina yang tidak diketahui
3. Sedang menderita infeksi alat genetalia
4. Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang
dapat mempengaruhi kavum uteri
5. Penyakit trofoblas yang ganas
6. Diketahui menderita TBC pelvic
7. Kanker alat genetal
8. Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm (Saifuddin, 2013).
10. Waktu pemasangan
1. Sedang haid
Pada waktu ini pemasangan sangat mudah karena kanalis servikalis
agak melebar dan kemungkinan terjadi kehamilan sangat kecil, perasaan sakit
kurang dan perdarahan tidak begitu banyak.
2. Pasca persalinan
1. Pemasangan dini ( immediate insertion ),
yakni pemasangan sebelum ibu dipulangkan dari rumah sakit atau rumah bersalin.
2. Pemasangan langsung (direct insertion),
yakni pemasangan 3 bulan setelah ibu dipulangkan.
3. Pemasangan tidak langsung (indirect
insertion), yakni pemasangan setelah lebih 3 bulan pasca persalinan atau
keguguran.
3. Pasca keguguran
Langsung setelah keguguran, atau dipasangkan sewaktu ibu pulang
dari rumah sakit atau rumah bersalin.
4. Masa interval
Dipasang setelah ovulasi, harus dipastikan wanita tidak hamil
atau mereka telah memakai cara-cara lain mencegah kontrasepsi (kondom dan
sebagainya).
5. Sewaktu seksio sesarea
Sebelum luka rahim ditutup terlebih dahulu dikeluarkan
darah-darah beku dari kavum uteri, kemudian IUD dipasang pada bagian fundus.
6. After morning
Pada kasus-kasus dimana dilakukan koitus, maka IUD dipasang
dalam waktu 72 jam kemudian, sebelum terjadi implantasi (Mochtar, 2012).
11. Teknik pemasangan IUD
a. Persiapan calon akseptor
Kepada setiap calon akseptor
hendaknya dilakukan anamneses, kemudian jelaskan apa yang akan dilakukan, serta
berikan jadwal periksa ulang secara teratur. Perhatikanlah jenis IUD yang akan
dipasang, dan beritahukan efek samping yang mungkin timbul dan angka
kemungkinan kegagalan, serta keluhan ringan setelah pemasangan (rasa mulas,
pegal, dan perdarahan). Sesaat sebelum pemasangan, calon akseptor diharuskan buang
air kecil untuk mengosongkan kandung kemihnya.
b. Persiapan alat-alat pemasangan
1. IUD
a. IUD jenis baru telah tersedia dalam bungkus
plastik steril, berisi IUD, tabung, dan penolaknya
b. IUD jenis Lippes Loop, baik IUD maupun tabung
serta penolaknya, harus terlebih dahulu disterilkan dalam sebuah bak instrument
dengan memakai cairan perendam (air masak) yang ditambahkan obat suci hama
seperti : Dettol, Savlon, Jodium.
c. Tentukan IUD jenis mana yang akan dipasang
2. Alat-alat pemasangan lainnya
a. Meja ginekologi atau modifikasi meja
ginekologi
b. Bak instrumen berisi alat-alat steril
diantaranya : sarung tangan, kain kasa, speculum vagina (cocor
bebek), cunam porsio, sonde rahim, dilatators hegar, dan sebuah gunting
c. Kapas lisol atau kapas savlon
d. Jodium tincture dengan kapas lidi.
3. Persiapan pemasangan (operator)
a) Kenakan sarung tangan
b) Sebelum memasang wajib dilakukan periksa dalam
untuk menentukan letak rahim. Pemasangan IUD tanpa periksa dalam merupakan
tindakan berbahaya (Mochtar, 2012).
12. Cara pemasangan
a) Sebelum periksa dalam dan pemasangan, sebaiknya IUD telah
disiapkan dan dimasukan dalam tabung penyalurannya
b) Bilas kemaluan luar dengan kapas air lisol
c) Pasanglah speculum
d) Jepit porsio depan dengan cunam, suci hamakan kemudian bersihkan
serviks dan vagina dengan larutan antiseptic
e) Tariklah pelan-pelan cunam porsio sehingga kanalis servikalis
arahnya menjadi lurus. Jangan ditarik terlalu kuat, ibu akan merasa nyeri dan
kesakitan
f) Masukan sonde rahim sesuai dengan arah letak rahim untuk
mengukur dalamnya rahim
g) Kalau pembukaan kanalis servikalis agak sempit, dapat dilebarkan
dengan dilatator Hegar
h) Buatlah ancang-ancang bagaimana alat penyalur harus dimasukan
kedalam rongga rahim
i) Selagi servikalis ditarik perlahan dengan cunam, tabung penyalur
berisi IUD dimasukan kedalam rahim
j) Setelah dipastikan posisinya baik, IUD didorong dengan alat
pendorong perlahan-lahan sampai keluar seluruhnya dari tabungnya
k) Keluarkan pendorong terlebih dahulu, agar benang tidak terjepit,
baru kemudian tabung penyalurnya
l) Lepaskan cunam porsio, olesi bekas jepitan dengan jodium
tincture, dan lepaskan speculum (Mochtar, 2012).
13. Insersi IUD
1. Permasalahan pada insersi IUD
a. Insersi yang tidak baik dari IUD dapat
menyebabkan :
1.Ekspulsi
2.Infeksi
3.Perforasi
2. Untuk sukses/berhasilnya insersi IUD
tergantung pada beberapa hal, yaitu :
a. Ukuran dan macam IUD
b. Waktu/saat insersi
c. Teknik insersi
d. Penjelasan prosedur kepada calon akseptor
e. Pemeriksaan pelvis bimanual dan sondage uterus
f. Penempatan IUD setinggi mungkin dari uterus
(fundus uteri) tanpa menembus/perforasi (Hartanto, 2010).
14. Angka kegagalan IUD
a. Belum ada IUD yang 100% efektif
b. IUD pada umumnya 1-3 kehamilan per 100 wanita/tahun
c. Lippes loop : 2 – 6 per
100 wanita / tahun
d. Cut T :
˂ 1 / 100 wanita / tahun
e. Cut
7 :
1 -3 per 100 wanita / tahun (Hartanto, 2010).
15. Yang Perlu diingat jika ingin menggunakan KB
IUD
1. Jenis AKDR yang dipakai
2. Waktu untuk melepaskan AKDR
3. Perubahan menstruasi dan kram adalah hal
biasa, datang kembali ke tenaga kesehatan jika mengganggu
4. Kembali dalam 3-6 minggu, atau setelah masa
haid berikutnya untuk pemeriksaan ke bidan atau tenaga kesehatan jika :
a. Terlambat haid, atau merasa hamil
b. Mungkin terinfeksi IMS atau HIV
c. Benang AKDR berubah panjang atau hilang
d. Sangat nyeri pada bagian bawah perut (Mulyani,
2013).
16. Faktor Penyebab PUS Tidak Memilih
IUD Sebagai Alat Kontrasepsi
1
) Pengetahuan Menurut
Notoatmodjo (2011), pengetahuan adalah hasil dari “ tahu” dan ini
terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Penggindraan terjadi melalui pasca indra penglihatan, pandangan, penciuman rasa
dan raba sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan kognitif
merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tingkat seseorang (over behavior).
Pembagian pengetahuan menurut Arikunto (2010) dikategorikan sebagai :
a. Baik : Bila
menjawab pertanyaan ≥10
b. Tidak baik : Bila
menjawab pertanyaan <10
Tingkatan pengetahuan
yang termasuk kedalam domain kognitif ada 6, yakni
1. Tahu ( know )
Tahu diartikan sebagai kemampuan mengingat kembali materi yang
pernah dipelajari, termasuk hal spesifik dari seluruh bahan atau rangsangan
yang telah diterima.
2. Memahami ( comprehension )
Diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikannya secara
luas.
3. Aplikasi ( application )
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi nyata.
4. Analisis ( analysis )
Adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen yang masih saling terkait dan masih di dalam suatu
struktur organisasi tersebut.
5. Sintesis ( synthesis )
Diartikan sebagai kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan
bagian-bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi ( evaluation )
Diartikan sebagai ini berkaitan dengan kemampuan
untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu
materi atau objek (Mubarak, 2011).
2) Umur
Umur adalah lamanya
seseorang hidup dihitung dari tahun lahirnya sampai dengan ulang tahunnya yang
terakhir semakin tinggi umur seseorang maka tingkat pengetahuan seseorang akan
semakin lebih matang dalam berfikir dan bertindak. Kategori umur :
c. < 20
tahun :
fase menunda atau mencegah kehamilan
d. 20 – 35
tahun : fase menjarangkan
kehamilan bagi PUS
e. > 3 5
tahun : fase
menghentikan/mengakhiri kehamilan bagi PUS, dianjurkan
untuk mengakhiri kehamilan setelah mempunyai 2
orang anak
(Susilawati,
2013).
3 ) Pendidikan
Adalah suatu
kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan
pengetahuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri.
Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah dalam menerima informasi dan
akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan hal-hal baru tersebut,
sehingga makin banyak pula pengetahuan yang
dimilki. Kategori
pendidikan :
a. Pedidikan Dasar
Merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 tahun pertama masa
sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah (SD/MI dan
SMP/MTs).
b. Pendidikan Menengah
Merupakan jenjang pendidikan lanjutan
pendidikan dasar (SMU/MA).
c. Pendidikan Tinggi
Adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang
mencakup program sarjana, megister, dokter dan spesialis yang diselenggarakan
oleh perguruan tinggi (Arnis, 2013).
4 ) Paritas
Paritas
adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seseorang ibu dengan persalinan
yang pernah dialami oleh ibu.
Jenis paritas :
a) Primipara adalah seorang wanita yang telah
melahirkan bayi untuk pertama kalinya
b) Multipara adalah seorang wanita yang telah
melahirkan bayi yang sudah beberapa kali yaitu 2-5 kali
c) Grande multipara adalah wanita yang
telah melahirkan bayi yang sudah lima kali atau lebih (Mochtar, 2012).
5 ) Ekonomi
Tingkat ekonomi
mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi. Hal ini disebabkan karena untuk
mendapatkan pelayanan kontrasepsi yang diperlukan akseptor harus menyediakan
dana yang ada sesuai dengan yang diperlukan (Arnis, 2013)
Tingkat ekonomi
menurut Albar (2010), untuk daerah Deli serdang dengan UMR 1.800.000/bulan.
6 ) Sumber
informasi
Sumber informasi
adalah data yang merupakan kenyataan yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian
dan kesatuan nyata. Kejadian- kejadian (Event) adalah suatu yang terjadi
pada saat tertentu, kesatuan nyata (Fact and entity) berupa objek nyata
seperti tempat, benda dan orang yang betul-betul ada dan terjadi (Arnis, 2013).
Sumber informasi dikategorikan :
1. Didapat secara
langsung
a. Keluarga atau
orang lain
b. Tenaga
kesehatan (dokter, bidan, perawat)
c. Teman
2. Didapat secara
tidak langsung
a. Media cetak :
media cetak sebagian alat untuk manyampaikan pesan-pesan seperti salah satunya
leaflet, tulisan-tulisan poster dan foto
b. Media
elektronik : sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan atau informasi,
seperti televisi, radio, video, slide, dan film
c. Media papan
Papan
dipasang ditempat umum dapat dipakai dan isi dengan pesan-pesan atau informasi
(Arnis, 2013).
E. Kerangka Konsep
Kerangka konsep
merupakan model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana seorang peneliti
menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap
penting untuk masalah yang ingin diteliti (Hidayat, 2011).
Adapun kerangka konsep dalam penelitian
faktor-faktor penyebab PUS tidak memilih IUD sebagai alat kontrasepsi di Balai
Pengobatan Swasta Ika Dusun IX Desa Bandar Setia Kecamatan Percut Sei Tuan
Kabupaten Deli Serdang mulai Maret tahun 2014.
Bagan 2.4
Kerangka Konsep
Variabel
Independent Variabel
Dependent
- Pengetahuan
- Umur
- Pendidikan
- Paritas
- Sumber informasi
|
Faktor-Faktor penyebab PUS tidak memilih IUD sebagai alat
kontrasepsi
|
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- Ekonomi
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Keterangan :
-------- :
Tidak diteliti
F. Defenisi Operasional
Defenisi
operasional adalah mendefenisikan variabel secara operasional berdasarkan
karakteristik yang diamati.
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah kemampuan responden dalam
menjawab pertanyaan yang diajukan dalam bentuk kuisioner. Dikelompokan atas :
a. Baik :
jika menjawab >10 dari 20 soal
b. Tidak baik : jika menjawab
<10 dari 20 soal
( Skala Ordinal )
2. Umur
Umur adalah usia ibu yang terhitung sejak
lahir hingga ualang tahun terakhir dengan kategori interval 5 tahun :
a. Resiko
tinggi : Usia <20
tahun dan 20-35 tahun
b. Resiko
rendah : Usia >35 tahun
( Skala Ordinal )
3. Pendidikan
Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal
responden yang terakhir hingga mendapat ijazah kelulusan dengan kategori
sebagai berikut :
a. Pendidikan rendah : SD dan SMP/ Sederajat
b. Pendidikan
tinggi :
SMA dan perguruan tinggi
( Skala Ordinal )
4.
Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah
dialami oleh ibu dengan kategori :
a. Primipara :
jumlah anak < 2 orang
b. Multipara :
jumlah anak > 2 orang
( Skala Ordinal )
5. Sumber informasi
Media informasi merupakan segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan informasi dari
pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan
minat dari si penerima.
a. Secara
langsung :
Keluarga, Tenaga kesehatan, Teman
b. Secara tidak
langsung. : Leaflet, Poster, TV,
Radio, Video
( Skala Nominal )
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Jenis penelitian
ini bersifat deskriptif yakni untuk mengetahui faktor-faktor penyebab PUS tidak
memilih IUD sebagai alat kontrasepsi di Balai Pengobatan Swasta Ika Dusun IX
Desa Bandar Setia Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi yang dipilih peneliti menjadi
tempat untuk mengumpulkan data responden adalah di Balai Pengobatan Swasta
Ika Dusun IX Desa Bandar Setia Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten
Deli Serdang dilakukan pada tanggal 24 Maret 2014, dengan alasan memenuhi
sampel dan mempunyai data yang memenuhi syarat data penelitian yang diperlukan
sehingga lebih memudahkan peneliti untuk mengumpulkan data dan untuk
mendukung penulis dalam menyusun laporan Karya Tulis Ilmiah ini dan lokasi
penelitian dapat dijangkau oleh peneliti.
2. Waktu Peneliti
Penelitian
ini dimulai pada bulan Maret – Juni 2014, yang dimulai dari pengajuan judul,
penulusuran pustaka, konsultasi dengan dosen pembimbing, melakukan survei
penelitian, pelaksanaan penelitian hingga hasil penelitian dan menyusun laporan
Karya Tulis Ilmiah (KTI).
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
ibu yang menggunakan alat kontrasepsi dengan jumlah Kepala Keluarga ( KK ) 200
orang, dan jumlah yang menggunakan kontrasepsi sebanyak 167 orang di Balai Pengobatan
Swasta Ika Dusun IX Desa Bandar Setia Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli
Serdang Tahun 2014.
2. Sampel
Sampel adalah
bagian dari populasi yang hendak diteliti. Sampel dalam penelitian ini
menggunakan accidental sampling (yang kebetulan datang).
Metode pengambilan sampel dengan kriteria ibu-ibu yang datang untuk berKB,
jumlah sampel yang didapat saat penelitian pada tanggal 26 Mei – 7 Juni
sebanyak 34 sampel di Balai Pengobatan Swasta Ika.
D. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan data primer. Dengan cara mengisi kuisioner
yang bersifat terbuka yang diperoleh dari responden, dan menjelaskan secara
singkat tentang kuisioner yang berisi 20 pertanyaan serta harus diisi oleh
responden sendiri.
Penelitian jawaban kuisioner dengan
menggunakan data untuk jawaban yang benar diberi nilai :
1.Jika nilai 5 untuk jawaban benar
2.Jika nilai 0 untuk jawaban benar.
E. Aspek Pengukuran
Dalam penelitian ini diukur adalah
pengetahuan ibu tentang metode kontrasepsi IUD. Dengan kriteria peneliti adalah
sebagai berikut :
a. Baik :
Bila responden menjawab pertanyaan ≥ 10 dari 20 jumlah soal, dengan skor ≥ 50%
b. Tidak baik : Bila responden menjawab
pertanyaan <10 dari 20 jumlah soal, dengan skor < 50%.
F. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data adalah data yang
telah dikumpulkan. Adapun langkah-langkah pengolahan data yang peneliti lakukan
yaitu :
a. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran
data yang diperoleh atau dikumpulkan serta perbaikan yang salah. Editing dapat
dilakukan pada tahap pengumpulan atau setelah data terkumpul.
b. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode
numerik (angka) terhadap data yang kemudian dimasukan kedalam tabel-tabel
frekuensi.
c. Tabulating
Tabulating yaitu mempermudah analisa data,
pengolahan data serta pengambilan kesimpulan data yang kemudian dimasukan
kedalam tabel-tabel frekuensi (Hidayat, 2011).
G. Analisa Data
Analisa
data dilakukan dengan cara deskriptif yaitu dengan melihat persentase data yang
dikumpulkan dan disajikan dalam tabel-tabel distribusi frekuensi, analisa data
frekuensi dilanjutkan dengan membahas hasil penelitian dengan menggunakan teori
kepustakaan yang a
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian
yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Mei-Juni mengenai
Faktor-Faktor Penyebab PUS Tidak Memilih IUD Sebagai Alat Kontrasepsi di Balai Pengobatan
Swasta Ika Dusun IX Desa Bandar Setia Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli
Serdang Tahun 2014, maka diperoleh hasil penelitian berdasarkan pengetahuan,
umur, pendidikan, paritas dan sumber informasi. Hal ini dapat dilihat :
1. Berdasarkan Pengetahuan
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Faktor Penyebab PUS Tidak
Memilih IUD Sebagai Alat Kontrasepsi Berdasarkan
Pengetahuan Di
Dusun IX Desa Bandar
Setia Tahun
2014
No Pengetahuan Jumlah
|
|
Frekuensi
(orang) Persentase
(%)
|
1 Baik
(Menjawab soal
>10) 13 38
2 Tidak
baik (Menjawab soal
<10) 21 62
|
Jumlah 34 100
|
|
|
Dari tabel diatas dilihat bahwa
mayoritas akseptor KB tidak menggunakan kontrasepsi IUD dengan pengetahuan
tidak baik sebanyak 21 orang (62%) dan minoritas dengan pengetahuan baik
sebanyak 13 orang (38%).
2. Berdasarkan Umur
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Faktor Penyebab PUS Tidak
Memilih IUD Sebagai Alat Kontrasepsi Berdasarkan Umur Di
Dusun IX Bandar
Setia Tahun
2014
No Umur Jumlah
|
|
Frekuensi
(orang) Persentase
(%)
|
1 Resiko tinggi
(<20 dan 20-35
thn) 25 74
2 Resiko rendah
(>35 thn) 9 26
|
Jumlah 34 100
|
|
|
Dari tabel
diatas dapat dilihat bahwa mayoritas akseptor KB tidak menggunakan kontrasepsi
IUD dengan resiko tinggi sebanyak 25 orang (74%) dan minoritas dengan resiko
rendah sebanyak 9 orang (26%).
3. Berdasarkan Pendidikan
Tabel
3 Distribusi
Frekuensi Faktor Penyebab PUS Tidak Memilih IUD Sebagai Alat
Kontrasepsi Berdasarkan
Pendidikan Di
Dusun IX Bandar
Setia Tahun
2014
No Pendidikan Jumlah
|
|
Frekuensi
(orang) Persentase
(%)
|
1 Pendidikan
rendah (SD dan SMP/
sederajat) 18 53
2 Pendidikan
tinggi (SMA dan Perguruan
Tinggi) 16 47
|
Jumlah 34 100
|
|
|
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa
mayoritas akseptor KB tidak menggunakan kontrasepsi IUD dengan pendidikan
rendah sebanyak 18 orang (53%) dan minoritas pendidikan tinggi sebanyak 16
orang (47%).
4. Berdasarkan Paritas.
Tabel
4 Distribusi
Frekuensi Faktor Penyebab PUS Tidak Memilih IUD Sebagai Alat
Kontrasepsi IUD Berdasarkan
Paritas Di
Dusun IX Bandar Setia Tahun
2014
No Paritas Jumlah
|
|
Frekuensi
(orang) Persentase
(%)
|
1 Primipara
(<
2) 3 9
2 Multipara
(>2 ) 31 91
|
Jumlah 34 100
|
|
|
Dari tabel
diatas dapat dilihat bahwa mayoritas akseptor KB tidak menggunakan
kontrasepsi IUD dengan multipara sebanyak 31 orang (91%) dan
minoritas dengan primipara sebanyak 3 orang (9%).
5. Berdasarkan Sumber Informasi
Tabel
6 Distribusi
Frekuensi Faktor Penyebab PUS Tidak Memilih IUD Sebagai Alat Kontrasepsi
Berdasarkan Sumber
Informasi Di
Dusun IX Bandar
Setia Tahun
2014
No Sumber
Informasi Jumlah
|
|
Frekuensi
(orang) Persentase
(%)
|
1 Langsung 27 79
2 Tidak
Langsung 7 21
|
Jumlah 34 100
|
|
|
Dari tabel
diatas dapat dilihat bahwa mayoritas akseptor KB tidak menggunakan kontrasepsi
IUD dengan sumber informasi secara langsung sebanyak 27 orang (79%) dan minoritas
adalah sumber informasi secara tidak langsung sebanyak 7 orang (21%).
B. Pembahasan
Hasil penelitian
Faktor-faktor Penyebab PUS Tidak Memilih IUD Sebagai Alat Kontrasepsi di Balai
Pengobatan Swasta Ika Dusun IX Desa Bandar Setia Kecamatan Percut Sei Tuan
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014.
1. Faktor-faktor Penyebab PUS Tidak Memilih IUD
Sebagai Alat Kontrasepsi Berdasarkan Pengetahuan
Dari hasil
penelitian dapat diketahui dari 34 responden yang tidak menggunakan alat kontrasepsi
IUD mayoritas berpengetahuan tidak baik sebanyak 21 orang (62%) dan minoritas
berpengetahuan baik sebanyak 13 orang
(38%).
Menurut Eveert (2008) kurangnya pengetahuan
pada calon akseptor sangat berpengaruh terhadap pemakaian kontrasepsi IUD.
Pengetahuan dari wanita kurang maka penggunaan kontrasepsi IUD juga menurun.
Sementara para suami kurang pembinaan dan pendekatan, suami kadang melarang
istrinya karena faktor ketidaktahuan dan tidak ada komunikasi untuk saling
memberikan pengetahuan.
Hasil penelitian Maulani (2013) bahwasa nya di
dapat hasil pengetahuan dari akseptor KB tentang pemakaian kontrasepsi IUD
berada pada kategori rendah yaitu sebanyak 27 orang (52,9%) dari 51 responden.
Menurut asumsi peneliti hasil penelitian
Maulani (2013) sama dengan peneliti yaitu pengetahuan akseptor KB tentang
kontrasepsi IUD berada pada kategori tidak baik sama halnya dengan kategori
rendah sebanyak 21 responden (62%). Hal ini disebabkan karena sebagian besar
akseptor KB hanya memahami penggolongan IUD hanya sebatas spiral saja, mereka
tidak mengetahui ada banyak golongan lain yang termasuk kedalam IUD. Mereka juga
mengatakan kurang informasi tentang penggolongan IUD dari petugas kesehatan.
2. Faktor-faktor Penyebab PUS Tidak Memilih IUD
Sebagai Alat Kontrasepsi Berdasarkan Umur
Dari hasil
penelitian dapat diketahui dari 34 responden yang tidak menggunakan alat
kontrasepsi IUD mayoritas dengan resiko tinggi sebanyak 25 orang (74%) dan
minoritas resiko rendah sebanyak 9 orang (26%).
Menurut Wawan dan Dewi (2011), umur
yaitu semakin tua umur seseorang semakin kontruktif dalam menggunakan koping
terhadap masalah yang dihadapi. Dan semakin muda umur seseorang dalam
menghadapai masalah maka akan sangat mempengaruhi konsep dirinya, dan usia yang
dianjurkan untuk pemakaian IUD yaitu usia >35 tahun.
Berdasarkan penelitian Farahwati
(2013) diperoleh bahwa sebagian besar responden yang memakai kontrasepsi
(65,7%) berumur 20-35 tahun dan diperoleh bahwa responden berumur
> 35 tahun (68,6%) memakai IUD lebih besar dibandingkan dengan non-IUD
(31,4%). Dengan demikian dapat diketahui bahwa ada hubungan antara umur dan
pemilihan kontrasepsi, responden yang berumur > 35 tahun
berpeluang lebih besar dibandingkan dengan responden yang berumur
20-35 tahun, hal ini disebabkan responden yang berumur > 35 tahun
menggunakan kontrasepsi dengan tujuan mengakhiri kesuburan, karena mereka sudah
mempunyai anak sesuai dengan yang diinginkan keluarga, sehingga tidak ingin
menambah anak lagi.
Menurut asumsi peneliti hasil penelitian tidak
sama dengan penelitian yang dilakukan Farahwati (2013). Karena akseptor KB
dengan umur terkategori
tinggi (<20
– 20-35 tahun) sebanyak 25 responden (74%). Hal ini disebabkan
karena akseptor tidak ada yang memakai IUD, rata-rata akseptor menggunakan
kontrasepsi suntik dan pil. Umur secara alamiah akan membatasi masa subur
wanita. Umur diatas >35 tahun memang mempunyai resiko tinggi untuk hamil dan
melahirkan, karena itu dianjurkan untuk pemakaian IUD atau metode kontrasepsi
jangka panjang lainnya.
3. Faktor-faktor Penyebab PUS Tidak Memilih IUD
Sebagai Alat Kontrasepsi Berdasarkan Pendidikan
Dari hasil
penelitian dapat diketahui dari 34 responden yang tidak menggunakan alat
kontrasepsi IUD mayoritas pendidikan rendah sebanyak 18 orang (53%) dan
minoritas pemdidikan tinggi sebanyak 16 orang (47%).
Pendidikan sangat
berpengaruh terhadap wawasan dan pengetahuan Ibu. Semakin tinggi tingkat
pendidikan Ibu maka semakin banyak informasi kesehatan yang
diperolehnya, sehingga pengetahuan atau informasi mengenai alat kontrasepsi
khususnya KB akan semakin baik sehingga Ibu dapat mengambil
keputusan yang tepat dan efektif tentang alat kontrasepsi mana yang akan
digunakan (Notoatmodjo, 2011).
Menurut
Wawan (2010), pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada
orang lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin
tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula bagi mereka untuk menerima
informasi dan pada akhirnya makin banyak pengetahuan yang mereka miliki.
Hasil
penelitian Sulastri (2009) bahwasa nya mayoritas pendidikan lulusan SMP
sebanyak 29 responden (40,9%) dari 71 responden. Dikarenakan dari 10
orang akseptor KB IUD 5 diantaranya adalah lulusan SMA sederajat, ini
menyatakan tidak ada perbedaan pendidikan rendah dan pendidikan tinggi
seseorang dalam mendapatkan suatu pendidikan.
Pendidikan
pada penelitian ini dibagi 2 kategori, yaitu tinggi jika responden
berpendidikan SMA dan Perguruan tinggi/sarjana, dan berpendidikan rendah jika
pendidikan SD dan SMP/Sederajat.
Menurut
asumsi peneliti hasil penelitian sama dengan penelitian yang dilakukan Sulastri
(2009) walaupun akseptor yang diteliti tidak ada satupun yang menggunakan
kontrasepsi IUD. Dari 34 responden ada 2 responden yang menggunakan kontrasepsi
jangka panjang, 2 responden tersebut berpendidikan rendah dan tinggi.
Pengetahuan seseorang akan bertambah bukan hanya dari pendidikan saja, namun
bisa juga dari pengalaman seseorang dan penerimaannya terhadap informasi yang
didapat.
4. Faktor-faktor Penyebab PUS Tidak Memilih IUD
Sebagai Alat Kontrasepsi Berdasarkan Paritas
Dari hasil
penelitian dapat diketahui dari 34 responden yang tidak menggunakan alat
kontrasepsi IUD mayoritas mulipara 31 orang (91%) dan minoritas primipara
sebanyak 3 orang (9%).
Menurut
BKKBN (2010), ibu yang telah memiliki 2 anak dianjurkan untuk menggunakan alat
kontrasepsi jangka panjang seperti IUD atau yang lainnya yang memiliki
efektifitas yang tinggi, sehingga kemungkinan untuk mengalami kehamilan lagi
cukup rendah. Namun karena masih kuat anggapan dimasyarakat bahwa banyak anak
banyak rezeki, sehingga menyebabkan masih banyaknya masyarakat yang tidak
mengikuti anjuran dari pemerintah tersebut, padahal paradigm tersebut sangat
keliru karena dengan banyak anak kehidupan keluarga akan lebih menderita.
Menurut
penelitian Astitiasih (2013) menunjukkan bahwa lebih sedikit yang berparitas
primipara yaitu 37 responden (40,2%) multipara sejumlah 55 responden (59,8%).
Sebagian besar responden yang paritasnya multipara akan mempertimbangkan untuk
pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang dan paritas primipara cenderung
menggunakan alat kontrasepsi yang berjangka pendek seperti pil dan suntik.
Dalam
penelitian ini peneliti membagi paritas menjadi 2 kategori yaitu, primipara (
> 2 anak ) dan multipara (< 2 anak), responden yang mempunyai >2 orang
anak masih 91% yang belum sesuai dalam memilih alat kontrasepsi.
Menurut
asumsi peneliti hasil penelitian sama dengan penelitian yang dilakukan
Astitiasih (2013) yaitu menunjukkan bahwa jauh lebih sedikit yang berparitas
primipara yaitu 3 responden (9%) dan multipara 31 responden (91%). Akan tetapi
pada penelitian ini yang berparitas multipara rata-rata menggunakan alat
kontrasepsi jangka pendek dan hanya 1 responden yang menggunakan alat
kontrasepsi jangka panjang dengan tujuan untuk tidak mempunyai anak lagi.
5. Faktor-faktor Penyebab PUS Tidak Memilih IUD
Sebagai Alat Kontrasepsi Berdasarkan Sumber Informasi
Dari hasil penelitian dapat diketahui
dari 34 responden yang tidak menggunakan alat kontrasepsi IUD mayoritas sumber
informasi secara langsung sebanyak 27 orang (79%) dan minoritas adalah sumber
informasi secara tidak langsung sebanyak 7 orang (21%).
Menurut
Rahma (2011), biasanya media komunikasi akan membuat suatu iklan sebagai
penyampai sumber informasi.Selain itu mereka juga membawa pesan yang berisikan
sugesti sehingga nantinya akan mengarahkan opini seseorang. Adanya
informasi baru mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan kognitif baru
bagi terbentuknya sikap seseorang. Pesan-pesan afektif yang cukup kuat
akan memberikan dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga
akan terbentuknya arah sikap tertentu. Dapat disimpulkan bahwa dalam
penelitian ini terdapat hubungan antara penerimaan informasi KB dengan
dengan pemilihan kontrasepsi.
Hasil
penelitian Aliviani (2013) diperoleh hasil dari 72 responden yang menggunakan
kontrasepsi IUD dan non-IUD mendapatkan informasi secara langsung berjumlah 48
orang (66,7%) dan secara tidak langsung berjumlah 24 orang
(33,3%) rata-rata responden menggunakan kontrasepsi IUD, menurut
responden informasi yang didapat secara langsung lebih mempermudah responden
untuk bertanya apabila menemukan kata-kata asing dalam penyampaian.
Menurut
asumsi peneliti hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian Risma Aliviani (2013). Yaitu persentase
sumber informasi yang didapat secara langsung jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan informasi secara tidak langsung. Hal ini disebabkan bahwa seseorang
mendapat informasi secara langsung tentang KB akan mempermudah
mereka dalam memilih kontrasepsi dan pasti mereka tidak akan
mengalami kesulitan di dalam pemilihan kontrasepsi yang akan digunakan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti
tentang “Faktor-faktor
Penyebab PUS Tidak Memilih IUD Sebagai Alat Kontrasepsi di Balai Pengobatan
Swasta Ika Dusun IX Desa Bandar Setia Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli
Serdang Tahun 2014”, maka peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Distribusi frekuensi faktor-faktor penyebab
PUS tidak memilih IUD sebagai alat kontrasepsi berdasarkan pengetahuan,
mayoritas akseptor KB adalah ibu dengan pengetahuan tidak baik sebanyak 21
orang (62%) dan minoritas adalah ibu dengan berpengetahuan baik sebanyak 13
orang (38%).
2. Distribusi frekuensi faktor-faktor penyebab
PUS tidak memilih IUD sebagai alat kontrasepsi berdasarkan umur, mayoritas
akseptor KB dengan resiko tinggi sebanyak 25 orang (74%) dan minoritas dengan
resiko rendah sebanyak 9 orang (26%).
3. Distribusi frekuensi faktor-faktor penyebab
PUS tidak memilih IUD sebagai alat kontrasepsi berdasarkan pendidikan,
mayoritas akseptor KB dengan pendidikan rendah sebanyak 18 orang (53%) dan
minoritas lulusan perguruan tinggi sebanyak 16 orang (47%).
4. Distribusi frekuensi faktor-faktor penyebab
PUS tidak memilih IUD sebagai alat kontrasepsi berdasarkan paritas, mayoritas
akseptor KB dengan multipara sebanyak 31 orang (91%) dan minoritas dengan
primipara sebanyak 3 orang (9%).
5. Distribusi frekuensi faktor-faktor penyebab
PUS tidak memilih IUD sebagai alat kontrasepsi berdasarkan sumber informasi,
mayoritas akseptor KB dengan sumber informasi secara langsung sebanyak 27 orang
(79%) dan minoritas adalah sumber informasi secara tidak langsung sebanyak 7
orang (21%).
B. Saran
1. Bagi Balai Pengobatan Ika
Diharapkan kepada tenaga kesehatan yang ada di Dusun IX Desa Bandar
Setia khususnya tenaga kesehatan yang berada di Balai Pengobatan Swasta Ika
agar dapat memberikan informasi yang lebih baik lagi kepada masyarakat
khususnya tentang alat kontrasepsi IUD.
2. Bagi Responden
Diharapkan pada ibu yang menggunakan alat kontrasepsi di Dusun
IX Desa Bandar Setia agar dapat mencari informasi tentang pemakaian alat
kontrasepsi Intra Uterine Device (IUD), agar ibu lebih mengerti dan mengetahui
semua informasi tentang IUD.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang
IUD, supaya dapat menjadi bahan perbandingan dalam penelitianya dan dapat
memperluas aspek yang diteliti, sehingga dapat diketahui penyebab kurangnya
minat PUS memilih IUD sebagai alat kontrasepsi.