A.
Macam-Macam Cairan
a.
Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah
dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum),
sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan
“ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip
cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai
akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami”
dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik,
juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis
diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari
dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan
tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl
45% dan Dekstrosa 2,5%.
b.
Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan)
cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus
berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami
hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit
gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat
(RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
c.
Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi
dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan
sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan
produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif
dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose
5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:
1. Kristaloid:
bersifat isotonik, maka efektif
dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah
dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan
segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
2.
Koloid: ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga
tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah,
maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya
adalah albumin dan steroid.
B.
Persiapan Pemberian obat-obatan dan
cairan dalam praktik kebidanan
1. Tepat Obat
Sebelum mempersipakan obat ketempatnya bidan harus
memperhatikan kebenaran obat sebanyak 3 kali yaitu ketika memindahkan obat dari
tempat penyimpanan obat, saat obat diprogramkan, dan saat mengembalikan
ketempat penyimpanan.
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat
dengan nama dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa
nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya
atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau
kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan
obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan
obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak
terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.
Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya
lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini
membantu mengingat nama obat dan kerjanya.
2. Tepat Dosis
Untuk menghindari kesalahan pemberian obat, maka penentuan
dosis harus diperhatikan dengan menggunakan alat standar seperti obat cair
harus dilengkapi alat tetes, gelas ukur, spuit atau sendok khusus, alat untuk
membelah tablet dan lain-lain sehingga perhitungan obat benar untuk diberikan
kepada pasien.
3. Tepat
pasien
Obat yang akan diberikan hendaknya
benar pada pasien yang diprogramkan dengan cara mengidentifikasi kebenaran obat
dengan mencocokkan nama, nomor register, alamat dan program pengobatan pada
pasien.
Sebelum obat diberikan, identitas
pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau
ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup
berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien
mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan
mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti
menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari
gelang identitasnya.
4. Tepat cara
pemberian obat/ rute
Obat dapat diberikan melalui
sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik
ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat
kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat
diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
5. Tepat
waktu
Pemberian
obat harus benar-benar sesuai dengna waktu yang diprogramkan , karena
berhubungan dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi dari obat.
Ini sangat
penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau
mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan,
untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan.
Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena
susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat
yang harus diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan
pada lambung misalnya asam mefenamat.
6. Tepat pendokumentasian
Setelah
obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa
obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak
dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.
A.
Perhitungan dosis obat-obatan dan
cairan dalam praktik kebidanan
Pembagian
dosis obat pada bayi dan anak balita dibedakan berdasarkan 2 standar, yaitu
berdasarkan luas permukaan tubuh dan berat badan.
1.
DM
tercantum berlaku untuk orang dewasa, bila resep mengandung obat yang ber-DM,
tanyakan umurnya.
2.
Bila
ada zat yang bekerja searah, harus dihitung DM searah (dosis ganda).
3.
Urutan
melihat daftar DM berdasarkan Farmakope Indonesia edisi terakhir (FI. Ed.III,
Ekstra Farmakope, FI. Ed.I, Pharm. Internasional, Ph. Ned. Ed. V, CMN dan
lain-lain).
4.
Setelah
diketahui umur pasien, kalau dewasa langsung dihitung, yaitu untuk sekali minum
: jumlah dalam satu takaran dibagi dosis sekali dikali 100%. Begitu juga
untuk sehari minum : jumlah sehari dibagi dosis sehari dikali 100%.
5.
Dosis
Maksimum (DM) searah : dihitung untuk sekali dan sehari.
6.
Cara
menghitung Dosis Maksimum (DM) untuk oral berdasarkan :
a.
Young
Untuk
umur 1-8 tahun dengan rumus :
Da = n/ n
+12 x Dd (mg) tidak untuk anak > 12 tahun
n = umur
dalam tahun
b.
Dilling
Untuk
umur di atas 8 tahun dengan rumus :
Da = n /
20 + Dd ( mg )
n = umur
dalam tahun
c.
Gaubius
Da
= 1/12 + Dd ( mg ) ( untuk anak sampai umur 1 tahun )
Da
= 1/8 + Dd ( mg ) ( untuk anak 1-2 tahun )
Da
= 1/6 + Dd ( mg ) ( untuk anak 2-3 tahun )
Da
= 1/ 4 + Dd ( mg ) ( untuk anak 3-4 tahun )
Da
= 1/3 + Dd ( mg ) ( untuk anak 4 – 7 tahun )
d.
Fried
Da = m/150
x Dd ( mg )
e.
Sagel
Da = (13 w + 15)/100 + Dd ( mg ) (
umur 0 – 20 minggu )
Da = ( 8w + 7)/100 + Dd ( mg ) (
umur 20 – 52 minggu )
Da = ( 3w+ 12)/100 + Dd ( mg ) (
umur 1-9 minggu )
f.
Clark
Untuk umur <1tahun
Da = w anak/ w dewasa x Dd
g.
Berdasarkan area permukaan tubuh
Dosis anak
= area permukaan tubuh anak/ 1,7 mm² x dosis dewasa normal
B.
Penggunaan unit obat-obatan dalam
praktik kebidanan
1. Pemberian Obat per Oral
Merupakan cara pemberian obat
melalui mulut dengan tujuan mencegah, mengobati, mengurangi rasa sakit sesuai dengan
efek terapi dari jenis obat.
a.
Alat
dan bahan :
1) Daftar buku obat
2) bat dan tempatnya
3) Air minum ditempatnya
b.
Prosedur
kerja :
1) Cuci tangan
2) Jelaskan prosedur yang akan
dilakukan
3)
Baca
obat, dengna berprinsip tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat waktu,
tepat kerja, dan tepat pendokumentasian.
4) Bantu untuk meminumnya:
Ø Apabila memberikan obat berbentuk
tablet atau kapsul dari botol, maka tuangkan jumlah yang dibutuhkan ke dalam
tutup botol dan pindahkan ke tempat obat. Jangan sentuh obat dengan tangan. Untuk
obat berupa kapsul jangan dilepaskan pembungkusnya.
Ø Kaji kesulitan menelan, bila ada
jadikan tablet dalam bentuk bubuk dan campur dengan minuman.
Ø Kaji denyut nadi dna tekanan darah
sebelum pemberian obat yang membutuhkan pengkajian.
5) Catat perubahan, reaksi terhadap
pemberian obat dan evaluasi respon terhadap obat dengan mencatat hasilpemberian
obat
6) Cuci tangan
2. Pemberian Obat via Jaringan
Intrakutan
Merupakan cara memberikan atau
memasukkan obat ke dalam jaringan kulit dengan tujuan untuk melakukan skintest
atau tes terhadap reaksi alergi jenis obat yang akan digunakan. Pemberian obat
melalui jaringan intra kutan ini dilakukan di bawah dermis atau epidermis,
secara umum dilakukan pada daerah lengan tangan bagian ventral.
a. Hal-hal
yang perlu diperhatikan
1) Tempat injeksi
2) Jenis spuit dan jarum yang digunakan
3) Infeksi yang mungkin terjadi selama
infeksi
4) Kondisi atau penyakit klien
5) Pasien yang benar
6) Obat yang benar
7) Dosis yang benar
8) Cara atau rute pemberian obat yang
benar
9) Waktu yang benar
b. Indikasi
dan Kontra Indikasi
Indikasi
: bisa dilkakukan pada pasien yang tidak sadar, tidak mau bekerja sama karena
tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, tidak alergi. Lokasinya
yang ideal adalah lengan bawah dalam dan pungguang bagian atas.
Kontra
Indikasi : luka, berbulu, alergi, infeksi kulit
c.
Alat dan bahan:
1) Daftar buku obat / catatan, jadual
pemberian obat
2) Obat dalam tempatnya
3) Spuit 1 cc / spuit insulin
4) Kapas alcohol dalam tempatnya
5) Cairan pelarut
6) Bak steril dilapisi kasa steril (
tempat spuit )
7) Bengkok
8) Perlak dan alasnya
9) Jarum cadangan
d. Prosedur
Kerja:
1) Cuci tangan
2) Jelaskan prsedur yang akan dilakukan
3) Bebas kan daerah yang kan disuntik,
bila menggunakan bau lengan panjang buka dan keataskan
4) Pasang perlak atau pengalas ibawah
bagian yang akan disuntik
1) Ambil obat untuk tes alergi kemudian
larutkan / encerkan dengan aquades ( cairan pelarut) kemudian ambil 0.5 cc dan
encerkan lagi sampai kurang lebih 1 cc, dan siapkan pada bak instrument atau
injeksi.
2) Desinfeksi dengan kapas alcohol pada
daerah yang akan dilakukan suntikan
3) Tegangkan dengan tangan kiri atau
daerah yang akan disuntik
4) Lakukan penusukan dengan lubang
menghadap ke atas dengan sudut 15-20 derajat dengan permukaan kulit.
5) Semprotkan obat hingga terjadi
gelembung
6) Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan
masase
7) Catat reaksi pemberian
8) Cuci tangan dan catat hasil
pemberina obat / test obat, tanggal, waktu, dan jnis obat.
e.
Daerah Penyuntikan
Dilengan bawah : bagian depan lengan
bawah 1/3 dari lekukan siku atau 2/3 dari pergelangan tangan pada kulit yang
sehat, jauh dari PD.
Di lengan atas : 3 jari di bawah
sendi bahu, di tengah daerah muskulus deltoideus.
3. Pemberian Obat via Jaringan Subkutan
Merupakan cara memberikan obat
melalui suntikan dibawah kulit yang dapat dilakukan pada daerah lengan atas
sebelah luar atau 1/3 bagian dari bahu, paha sebelah luar, daerah dada, dan
daerah sekitar umbilicus ( abdomen ).
a. Tujuan
Pemberian obat melalui subkutan ini biasanya dilakukan dalam
program pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah.
Pemberian insulin terdapat 2 tipe larutan : yaitu jernih dan keruh. Larutan
jernih dimaksudkan sebagai insulin tipe reaksi cepat ( insulin regular ) dan
larutan yang keruh karena adanya penambahan protein sehingga memperlambat
absorbs obat atau juga termasuk tipe lambat.
b. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1) Tempat injeksi
2) Jenis spuit dan jarum suntik yang
akan digunakan
3) Infeksi nyang mungkin terjadi selama
injeksi
4) Kondisi atau penyakit klien
5) Apakah pasien yang akan di injeksi
adalah pasien yang tepat
6) Obat yang akan diberikan harus benar
7) Dosisb yang akan diberikan harus
benar
8) Cara atau rute pemberian yang benar
9) Waktu yang tepat dan benar
c. Indikasi dan kontra indikasi
Indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan
tidak mau bekerja sama, karena tidak memungkinkan diberikan obat secara oral,
bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau
saras besar di bawahnya, obat dosis kecil yang larut dalam air.
Kontra indikasi : obat yang
merangsang, obat dalam dosis besar dan tidak larut dalam air atau minyak.
d. Alat dan bahan :
1) Daftar buku obat / catatan, jadual
pemberian obat
2) Obat dalam tempatnya
3) Spuit insulin
4) Kapas alcohol dalam tempatnya
5) Cairan pelarut
6) Bak injeksi
7) Bengkok
8) Perlak dan alasnya
e. Prosedur Kerja:
1) Cuci tangan
2) Jelaskan prosedur yang akan
dilakukan
3) Bebaskan daerah yang akan disuntik,
bila menggunakan bau lengan panjang buka dan ke ataskan
4) Pasang perlak atau pengalas di bawah
bagian yang akan disuntik
5) Ambil obat untuk dalam tempatnya
sesuai dosis yang akan diberikan setelah itu tempatka pada bak injeksi.
6) Desinfeksi dengan kapas alcohol pada
daerah yang akan dilakukan suntikan
7) Tegangkan dengan tangan kiri (
daerah yang akan dilakukan suntikan subkutan)
8) Lakukan penusukan dengan lubang
menghadap ke atas dengan sudut 45 derajat dengan permukaan kulit.
9) Lakukan aspirasi, bila tidak ada
darah semprotkan obat perlahan-lahan hingga habis.
10) Tarik spuit dan tahan dengan kapas
alcohol dan spuit yang telah dipakai masukkan kedalam bengkok.
11) Catat reaksi pemberian dan catat
hasil pemberina obat / test obat, tanggal, waktu, dan jenis obat.
12) Cuci tangan
f. Daerah Penyuntikan
1) Otot Bokong (musculus gluteus
maximus) kanan & kiri ; yang tepat adalah 1/3 bagian dari Spina Iliaca
Anterior Superior ke tulang ekor (os coxygeus)
2) Otot paha bagian luar (muskulus
quadriceps femoris)
3) Otot pangkal lengan (muskulus
deltoideus)
4. Pemberian Obat Intravena Langsung
Cara Pemberian obat melalui vena
secara langsung, diantaranya vena mediana cubiti / cephalika ( lengan ), vena
saphenosus ( tungkai ), vena jugularis ( leher ), vena frontalis / temporalis (
kepala ).
a. Tujuan
Agar
obat reaksi cepat dan langsung masuk pada pembuluh darah.
b.
Hal-hal yang diperhatikan
1) Setiap injeksi intra vena dilakukan
amat perlahan antara 50 sampai 70 detik lamanya.
2) Tempat injeksi harus tepat kena pada
daerha vena.
3) Jenis spuit dan jarum yang
digunakan.
4) Infeksi yang mungkin terjadi selama
injeksi.
5) Kondisi atau penyakit klien.
6) Obat yang baik dan benar
7) Pasien yang akan di injeksi adalah
pasien yang tepat dan benar.
8) Dosis yang diberikan harus tepat.
9) Harus benar Cara atau rute pemberian
obat melalui injeksi
c.
Indikasi dan kontra indikasi
indikasi : bias dilakukan pada
pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan
untuk diberikan obat secara oral dan steril.
kontra indikasi : tidak steril, obat yang tidak dapat larut
dalam air, atau menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah.
d.
Alat dan bahan :
1) Daftar buku obat / catatan, jadual
pemberian obat
2) Obat dalam tempatnya
3) Spuit 1 cc / spuit insulin
4) Kapas alcohol dalam tempatnya
5) Cairan pelarut
6) Bak steril dilapisi kasa steril (
tempat spuit )
7) Bengkok
8) Perlak dan alasnya
9) Karet pembendung
e.
Prosedur Kerja:
1)
Cuci
tangan
2)
Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan
3)
Bebaskan
daerah yang akan disuntik, bila menggunakan bau lengan panjang buka dan ke
ataskan
4)
Ambil
obat dalam tempatnya dengna spuit sesuai dengan dosis yang akan disuntikan.
Apabila obat berada dalam sediaan bubuk, maka larutkan dengna larutan pelarut (
aquades)
5)
Pasang
perlak atau pengalas di bawah bagian vena yang akan disuntik
6)
Kemudian
tampatkan obat yang telah diambil pada bak injeksi
7)
Desinfeksi
dengan kapas alcohol
8)
Lakukan
pengikatan dengan karet pembendung ( tourniquet ) pada bagian atas daerah yang
akan dilakukan pemberian obat atau tegangkan dengan tangan / minta bantuan atau
membendung diatas vena yang akan dilakukan penyuntikan
9)
Ambil
spuit yang berisi obat
10) Lakukan penusukan dengan lubang
menghadap ke atas dengan memasukkan ke pembuluh darah
11) Lakukan aspirasi bila sudah ada
darah lepaskan karet pembendung dan langsung semprotkan obat hingga habis
12) Setelah selesai ambil spuit dengan
menarik dan lakukan penekanan pada daerah penusukan dengan kapas alcohol , dan
spuit yang telah digunakan letakkan ke dalam bengkok.
13) Catat reaksi pemberian, tanggal,
waktu, dan dosis pemberian obat
14) Cuci tangan.
5. Pemberian Obat Intravena Tidak
Langsung ( via Wadah )
Merupakan
cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan obat kedalam wadah
cairan intravena yang bertujuan untuk meminimalkan efek samping dan
mempertahankan kadar terapetik dalam darah.
a. Hal-hal
yang perlu diperhatikan
1) injeksi intra vena secara tidak
langsung hanya dengan memasukkan cairan obat ke dalam botol infuse yang telah
di pasang sebelumnya dengan hati-hati.
2) Jenis spuit dan jarum yang
digunakan.
3) Infeksi yang mungkin terjadi selama
injeksi.
4) Obat yang baik dan benar.
5) Pasien yang akan di berikan injeksi
tidak langsung adalah pasien yang tepat dan benar.
6) Dosis yang diberikan harus tepat.
7) tidak langsung harus tepat dan
benar. Cara atau rute pemberian obat melalui injeksi
b.
Indikasi dan kontra indikasi
indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan
tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara
oral dan steril.
kontra
indikasi : tidak steril, obat yang tidak dapat larut dalam air, atau
menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah.
c.
Alat dan bahan :
1)
Spuit
dan jarum sesuai dengan ukuran
2)
Obat
dalam tempatnya
3)
Wadah
cairan ( kantong / botol )
4) Kapas alcohol dalam tempatnya
d.
Prosedur Kerja :
1)
Cuci
tangan
2)
Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan
3)
Bebaskan
daerah yang akan disuntik, bila menggunakan bau lengan panjang buka dan ke
ataskan
4)
Cari
tempat penyuntikan obat pada daerah kantong
5)
Lakukan
desinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran.
6)
Lakukan
penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian tengah dan masukkan
obat perlahan-lahan ke dalam kantong / wadah cairan.
7)
Setelah
selesai tarik spuit dan campur dengan membalikkan kantong cairan dengan
perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung lain.
8)
Periksa
kecepatan infus.
9)
Cuci
tangan
10) Catat reaksi pemberian, tanggal,
waktu, dan dosis pemberian obat
6. Pemberian Obat Intravena Melalui
Selang
a. Alat dan
bahan :
1) Spuit dan jarum sesuai ukuran
2) Obat dalam tempatnya
3) Selang intravena
4) Kapas alcohol
b.
Prosedur Kerja:
1) Cuci tangan
2) Jelakan prosedur yang akan dilakukan
3) Periksa identitas pasien dan ambil
obat kemudian masukkan ke dalam spuit.
4) Cari tempat penyuntikan obat pada
daerah selang intravena
5) Lakukan desinfeksi dengan kapas
alcohol dan stop aliran
6) Lakukan penyuntikan dengan
memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian tengah dan masukkan obat
perlahan-lahan ke dalam selang intravena.
7) Setelah selesai tarik spuit.
8) Periksa kecepatan infuse dan
observasi reaksi obat
9) Cuci tangan
10) Catat obat yang elah diberikan dan
dosisnya
7. Pemberian Obat per Intramuskuler
Merupakan
cara memasukkan obat ke dalam jaringan otot. Lokasi penyuntikan dapat pada
daerah paha ( vastus lateralis ), ventrogluteal ( dengan posisi berbaring ),
dorsogluteal ( posisi tengkurap ), atau lengan atas ( deltoid). Tujuannya agar
obat di absorbsi lebih cepat.
a. Hal-hal
yang perlu diperhatikan
1) Tempat injeksi.
2) Jenis spuit dan jarum yang digunak
3) Infeksi yang mungkin terjadi selama
injeksi.
4) Kondisi atau penyakit klien.
5) Obat yang tepat dan benar.
6) Dosis yang diberikan harus tepat.
7) Pasien yang tepat.
8) Cara atau rute pemberian obat harus
tepat dan benar.
b.
Indikasi dan kontra indikasi
indikasi
: bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena
tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, bebas dari infeksi, lesi
kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saras besar di bawahnya.
kontra
indikasi : Infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau
saraf besar di bawahnya.
c.
Alat dan bahan :
1) Daftar buku obat/ catatan, jadual
pemberian obat
2) Obat dalam tempatnya
3) Spuit sesuai dengan ukuran, jarum
sesuai dengan ukuran : dewasa panjang 2,5-3,75 cm, anak panjang : 1,25-2,5cm.
4) Kapas alcohol dalam tempatnya
5) Cairan pelarut
6) Bak injeksi
7) Bengkok
d.
Prosedur Kerja:
1)
Cuci
tangan
2)
Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan
3)
Ambil
obat kemudian masukkan kedalam spuit sesuai dengan dosis setelah itu letakkan
pada bak injeksi
4)
Periksa
tempat yang akan dilakukan penyuntikan ( lihat lokasi penyuntikan ).
5)
Desinfeksi
dengan kapas alcohol pada tempat yang akan dilakukan penyuntikan
6)
Lakukan
penyuntikan:
7)
Pada
daerah paha ( vastus lateralis ) dengan cara anjurkan pasien untuk berbaring
terlentang dengan lutut sedikit fleksi
8)
Pada
ventrogluteal dengan cara anjurkan pasien utnuk miring, tengkurap atau
terlentang dengan lutut dan pinggul pada sisi yang akan dilakukan penyuntikan
dalam keadaan fleksi
9)
Pada
daerah dorsogluteal dengan cara anjurkan pasien untuk tengkurap dengan lutut di
putar kearah dalam atau miring dengan lutut bagian atats pinggul fleksi dan
diletakkan di depan tungkai bawah
10) Pada daerah deltoid ( lengan atas )
dengan cara anjurkan pasien untuk duduk atau berbaring mendatar lengan atas
fleksi.
11) Lakukan penusukkan dengan posisi
jarum tegak lurus.
12) Setelah jarum masuk lakukan aspirasi
spuit bila tidak ada darah semprotkan obat secara perlahan-lahan hingga habis.
C.
Pencegahan injury pengobatan dalam
praktek kebidanan
Alergi obat biasanya terjadi karena
tubuh seseorang sangat sensitif sehingga bereaksi secara berlebihan terhadap
obat yang digunakan.
a. Hindari mengkonsumsi obat yang tidak
diperlukan.
b. Ganti obat yang digunakan dengan
obat yang sesuai dengan kondisi/respon organ-organ dalam/luar.
c. Vitamin dikatakan aman, sebab
sekalipun vitamin dapat menimbulkan alergi bukan karena zat tambahan
didalamnya.
d. Untuk menghentikan alergi obat,
hanya dengan satu cara yaitu hanya dengan menghentikan pemakaian obat tersebut
dan mengatasi keadaan yang timbul dari efek.
e. Perlu kerja sama antara pasien
dengan dokter (tenaga medis)
f. Pasien harus mengemukakan
pengalamannya menggunakan obat selama ini, apakah obat tertentu membuat tubuh
alergi atau yang dicurigai menimbulkan alergi, akan sangat bagus atau baik jika
setiap orang memiliki catatan tertulis mengenai penggunaan obat dan apa yang dialami tubuhnya.
Teknik
penyimpanan obat
Dalam menyimpan obat harus
diperhatikan tiga faktor utama, yaitu :
a) Suhu, adalah faktor terpenting, karena
pada umumnya obat itu bersifat termolabil (rusak atau berubah karena panas),
untuk itu perhatikan cara penyimpanan masing-masing obat yang berbeda-beda.
Misalnya insulin, supositoria disimpan di tempat sejuk < 15°C (tapi tidak
boleh beku), vaksin tifoid antara 2 – 10°C, vaksin cacar air harus < 5°C.
b) Posisi, pada tempat yang terang, letak
setinggi mata, bukan tempat umum dan terkunci.
c) Kedaluwarsa, dapat dihindari dengan cara rotasi
stok, dimana obat baru diletakkan dibelakang, yang lama diambil duluan.
Perhatikan perubahan warna (dari bening menjadi keruh) pada tablet menjadi
basah / bentuknya rusak. A.
Macam-Macam Cairan
a.
Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah
dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum),
sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan
“ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip
cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai
akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami”
dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik,
juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis
diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari
dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan
tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl
45% dan Dekstrosa 2,5%.
b.
Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan)
cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus
berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami
hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit
gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat
(RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
c.
Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi
dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan
sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan
produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif
dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose
5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:
1. Kristaloid:
bersifat isotonik, maka efektif
dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah
dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan
segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
2.
Koloid: ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga
tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah,
maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya
adalah albumin dan steroid.
B.
Persiapan Pemberian obat-obatan dan
cairan dalam praktik kebidanan
1. Tepat Obat
Sebelum mempersipakan obat ketempatnya bidan harus
memperhatikan kebenaran obat sebanyak 3 kali yaitu ketika memindahkan obat dari
tempat penyimpanan obat, saat obat diprogramkan, dan saat mengembalikan
ketempat penyimpanan.
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat
dengan nama dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa
nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya
atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau
kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan
obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan
obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak
terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.
Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya
lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini
membantu mengingat nama obat dan kerjanya.
2. Tepat Dosis
Untuk menghindari kesalahan pemberian obat, maka penentuan
dosis harus diperhatikan dengan menggunakan alat standar seperti obat cair
harus dilengkapi alat tetes, gelas ukur, spuit atau sendok khusus, alat untuk
membelah tablet dan lain-lain sehingga perhitungan obat benar untuk diberikan
kepada pasien.
3. Tepat
pasien
Obat yang akan diberikan hendaknya
benar pada pasien yang diprogramkan dengan cara mengidentifikasi kebenaran obat
dengan mencocokkan nama, nomor register, alamat dan program pengobatan pada
pasien.
Sebelum obat diberikan, identitas
pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau
ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup
berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien
mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan
mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti
menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari
gelang identitasnya.
4. Tepat cara
pemberian obat/ rute
Obat dapat diberikan melalui
sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik
ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat
kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat
diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
5. Tepat
waktu
Pemberian
obat harus benar-benar sesuai dengna waktu yang diprogramkan , karena
berhubungan dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi dari obat.
Ini sangat
penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau
mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan,
untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan.
Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena
susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat
yang harus diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan
pada lambung misalnya asam mefenamat.
6. Tepat pendokumentasian
Setelah
obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa
obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak
dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.
A.
Perhitungan dosis obat-obatan dan
cairan dalam praktik kebidanan
Pembagian
dosis obat pada bayi dan anak balita dibedakan berdasarkan 2 standar, yaitu
berdasarkan luas permukaan tubuh dan berat badan.
1.
DM
tercantum berlaku untuk orang dewasa, bila resep mengandung obat yang ber-DM,
tanyakan umurnya.
2.
Bila
ada zat yang bekerja searah, harus dihitung DM searah (dosis ganda).
3.
Urutan
melihat daftar DM berdasarkan Farmakope Indonesia edisi terakhir (FI. Ed.III,
Ekstra Farmakope, FI. Ed.I, Pharm. Internasional, Ph. Ned. Ed. V, CMN dan
lain-lain).
4.
Setelah
diketahui umur pasien, kalau dewasa langsung dihitung, yaitu untuk sekali minum
: jumlah dalam satu takaran dibagi dosis sekali dikali 100%. Begitu juga
untuk sehari minum : jumlah sehari dibagi dosis sehari dikali 100%.
5.
Dosis
Maksimum (DM) searah : dihitung untuk sekali dan sehari.
6.
Cara
menghitung Dosis Maksimum (DM) untuk oral berdasarkan :
a.
Young
Untuk
umur 1-8 tahun dengan rumus :
Da = n/ n
+12 x Dd (mg) tidak untuk anak > 12 tahun
n = umur
dalam tahun
b.
Dilling
Untuk
umur di atas 8 tahun dengan rumus :
Da = n /
20 + Dd ( mg )
n = umur
dalam tahun
c.
Gaubius
Da
= 1/12 + Dd ( mg ) ( untuk anak sampai umur 1 tahun )
Da
= 1/8 + Dd ( mg ) ( untuk anak 1-2 tahun )
Da
= 1/6 + Dd ( mg ) ( untuk anak 2-3 tahun )
Da
= 1/ 4 + Dd ( mg ) ( untuk anak 3-4 tahun )
Da
= 1/3 + Dd ( mg ) ( untuk anak 4 – 7 tahun )
d.
Fried
Da = m/150
x Dd ( mg )
e.
Sagel
Da = (13 w + 15)/100 + Dd ( mg ) (
umur 0 – 20 minggu )
Da = ( 8w + 7)/100 + Dd ( mg ) (
umur 20 – 52 minggu )
Da = ( 3w+ 12)/100 + Dd ( mg ) (
umur 1-9 minggu )
f.
Clark
Untuk umur <1tahun
Da = w anak/ w dewasa x Dd
g.
Berdasarkan area permukaan tubuh
Dosis anak
= area permukaan tubuh anak/ 1,7 mm² x dosis dewasa normal
B.
Penggunaan unit obat-obatan dalam
praktik kebidanan
1. Pemberian Obat per Oral
Merupakan cara pemberian obat
melalui mulut dengan tujuan mencegah, mengobati, mengurangi rasa sakit sesuai dengan
efek terapi dari jenis obat.
a.
Alat
dan bahan :
1) Daftar buku obat
2) bat dan tempatnya
3) Air minum ditempatnya
b.
Prosedur
kerja :
1) Cuci tangan
2) Jelaskan prosedur yang akan
dilakukan
3)
Baca
obat, dengna berprinsip tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat waktu,
tepat kerja, dan tepat pendokumentasian.
4) Bantu untuk meminumnya:
Ø Apabila memberikan obat berbentuk
tablet atau kapsul dari botol, maka tuangkan jumlah yang dibutuhkan ke dalam
tutup botol dan pindahkan ke tempat obat. Jangan sentuh obat dengan tangan. Untuk
obat berupa kapsul jangan dilepaskan pembungkusnya.
Ø Kaji kesulitan menelan, bila ada
jadikan tablet dalam bentuk bubuk dan campur dengan minuman.
Ø Kaji denyut nadi dna tekanan darah
sebelum pemberian obat yang membutuhkan pengkajian.
5) Catat perubahan, reaksi terhadap
pemberian obat dan evaluasi respon terhadap obat dengan mencatat hasilpemberian
obat
6) Cuci tangan
2. Pemberian Obat via Jaringan
Intrakutan
Merupakan cara memberikan atau
memasukkan obat ke dalam jaringan kulit dengan tujuan untuk melakukan skintest
atau tes terhadap reaksi alergi jenis obat yang akan digunakan. Pemberian obat
melalui jaringan intra kutan ini dilakukan di bawah dermis atau epidermis,
secara umum dilakukan pada daerah lengan tangan bagian ventral.
a. Hal-hal
yang perlu diperhatikan
1) Tempat injeksi
2) Jenis spuit dan jarum yang digunakan
3) Infeksi yang mungkin terjadi selama
infeksi
4) Kondisi atau penyakit klien
5) Pasien yang benar
6) Obat yang benar
7) Dosis yang benar
8) Cara atau rute pemberian obat yang
benar
9) Waktu yang benar
b. Indikasi
dan Kontra Indikasi
Indikasi
: bisa dilkakukan pada pasien yang tidak sadar, tidak mau bekerja sama karena
tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, tidak alergi. Lokasinya
yang ideal adalah lengan bawah dalam dan pungguang bagian atas.
Kontra
Indikasi : luka, berbulu, alergi, infeksi kulit
c.
Alat dan bahan:
1) Daftar buku obat / catatan, jadual
pemberian obat
2) Obat dalam tempatnya
3) Spuit 1 cc / spuit insulin
4) Kapas alcohol dalam tempatnya
5) Cairan pelarut
6) Bak steril dilapisi kasa steril (
tempat spuit )
7) Bengkok
8) Perlak dan alasnya
9) Jarum cadangan
d. Prosedur
Kerja:
1) Cuci tangan
2) Jelaskan prsedur yang akan dilakukan
3) Bebas kan daerah yang kan disuntik,
bila menggunakan bau lengan panjang buka dan keataskan
4) Pasang perlak atau pengalas ibawah
bagian yang akan disuntik
1) Ambil obat untuk tes alergi kemudian
larutkan / encerkan dengan aquades ( cairan pelarut) kemudian ambil 0.5 cc dan
encerkan lagi sampai kurang lebih 1 cc, dan siapkan pada bak instrument atau
injeksi.
2) Desinfeksi dengan kapas alcohol pada
daerah yang akan dilakukan suntikan
3) Tegangkan dengan tangan kiri atau
daerah yang akan disuntik
4) Lakukan penusukan dengan lubang
menghadap ke atas dengan sudut 15-20 derajat dengan permukaan kulit.
5) Semprotkan obat hingga terjadi
gelembung
6) Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan
masase
7) Catat reaksi pemberian
8) Cuci tangan dan catat hasil
pemberina obat / test obat, tanggal, waktu, dan jnis obat.
e.
Daerah Penyuntikan
Dilengan bawah : bagian depan lengan
bawah 1/3 dari lekukan siku atau 2/3 dari pergelangan tangan pada kulit yang
sehat, jauh dari PD.
Di lengan atas : 3 jari di bawah
sendi bahu, di tengah daerah muskulus deltoideus.
3. Pemberian Obat via Jaringan Subkutan
Merupakan cara memberikan obat
melalui suntikan dibawah kulit yang dapat dilakukan pada daerah lengan atas
sebelah luar atau 1/3 bagian dari bahu, paha sebelah luar, daerah dada, dan
daerah sekitar umbilicus ( abdomen ).
a. Tujuan
Pemberian obat melalui subkutan ini biasanya dilakukan dalam
program pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah.
Pemberian insulin terdapat 2 tipe larutan : yaitu jernih dan keruh. Larutan
jernih dimaksudkan sebagai insulin tipe reaksi cepat ( insulin regular ) dan
larutan yang keruh karena adanya penambahan protein sehingga memperlambat
absorbs obat atau juga termasuk tipe lambat.
b. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1) Tempat injeksi
2) Jenis spuit dan jarum suntik yang
akan digunakan
3) Infeksi nyang mungkin terjadi selama
injeksi
4) Kondisi atau penyakit klien
5) Apakah pasien yang akan di injeksi
adalah pasien yang tepat
6) Obat yang akan diberikan harus benar
7) Dosisb yang akan diberikan harus
benar
8) Cara atau rute pemberian yang benar
9) Waktu yang tepat dan benar
c. Indikasi dan kontra indikasi
Indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan
tidak mau bekerja sama, karena tidak memungkinkan diberikan obat secara oral,
bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau
saras besar di bawahnya, obat dosis kecil yang larut dalam air.
Kontra indikasi : obat yang
merangsang, obat dalam dosis besar dan tidak larut dalam air atau minyak.
d. Alat dan bahan :
1) Daftar buku obat / catatan, jadual
pemberian obat
2) Obat dalam tempatnya
3) Spuit insulin
4) Kapas alcohol dalam tempatnya
5) Cairan pelarut
6) Bak injeksi
7) Bengkok
8) Perlak dan alasnya
e. Prosedur Kerja:
1) Cuci tangan
2) Jelaskan prosedur yang akan
dilakukan
3) Bebaskan daerah yang akan disuntik,
bila menggunakan bau lengan panjang buka dan ke ataskan
4) Pasang perlak atau pengalas di bawah
bagian yang akan disuntik
5) Ambil obat untuk dalam tempatnya
sesuai dosis yang akan diberikan setelah itu tempatka pada bak injeksi.
6) Desinfeksi dengan kapas alcohol pada
daerah yang akan dilakukan suntikan
7) Tegangkan dengan tangan kiri (
daerah yang akan dilakukan suntikan subkutan)
8) Lakukan penusukan dengan lubang
menghadap ke atas dengan sudut 45 derajat dengan permukaan kulit.
9) Lakukan aspirasi, bila tidak ada
darah semprotkan obat perlahan-lahan hingga habis.
10) Tarik spuit dan tahan dengan kapas
alcohol dan spuit yang telah dipakai masukkan kedalam bengkok.
11) Catat reaksi pemberian dan catat
hasil pemberina obat / test obat, tanggal, waktu, dan jenis obat.
12) Cuci tangan
f. Daerah Penyuntikan
1) Otot Bokong (musculus gluteus
maximus) kanan & kiri ; yang tepat adalah 1/3 bagian dari Spina Iliaca
Anterior Superior ke tulang ekor (os coxygeus)
2) Otot paha bagian luar (muskulus
quadriceps femoris)
3) Otot pangkal lengan (muskulus
deltoideus)
4. Pemberian Obat Intravena Langsung
Cara Pemberian obat melalui vena
secara langsung, diantaranya vena mediana cubiti / cephalika ( lengan ), vena
saphenosus ( tungkai ), vena jugularis ( leher ), vena frontalis / temporalis (
kepala ).
a. Tujuan
Agar
obat reaksi cepat dan langsung masuk pada pembuluh darah.
b.
Hal-hal yang diperhatikan
1) Setiap injeksi intra vena dilakukan
amat perlahan antara 50 sampai 70 detik lamanya.
2) Tempat injeksi harus tepat kena pada
daerha vena.
3) Jenis spuit dan jarum yang
digunakan.
4) Infeksi yang mungkin terjadi selama
injeksi.
5) Kondisi atau penyakit klien.
6) Obat yang baik dan benar
7) Pasien yang akan di injeksi adalah
pasien yang tepat dan benar.
8) Dosis yang diberikan harus tepat.
9) Harus benar Cara atau rute pemberian
obat melalui injeksi
c.
Indikasi dan kontra indikasi
indikasi : bias dilakukan pada
pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan
untuk diberikan obat secara oral dan steril.
kontra indikasi : tidak steril, obat yang tidak dapat larut
dalam air, atau menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah.
d.
Alat dan bahan :
1) Daftar buku obat / catatan, jadual
pemberian obat
2) Obat dalam tempatnya
3) Spuit 1 cc / spuit insulin
4) Kapas alcohol dalam tempatnya
5) Cairan pelarut
6) Bak steril dilapisi kasa steril (
tempat spuit )
7) Bengkok
8) Perlak dan alasnya
9) Karet pembendung
e.
Prosedur Kerja:
1)
Cuci
tangan
2)
Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan
3)
Bebaskan
daerah yang akan disuntik, bila menggunakan bau lengan panjang buka dan ke
ataskan
4)
Ambil
obat dalam tempatnya dengna spuit sesuai dengan dosis yang akan disuntikan.
Apabila obat berada dalam sediaan bubuk, maka larutkan dengna larutan pelarut (
aquades)
5)
Pasang
perlak atau pengalas di bawah bagian vena yang akan disuntik
6)
Kemudian
tampatkan obat yang telah diambil pada bak injeksi
7)
Desinfeksi
dengan kapas alcohol
8)
Lakukan
pengikatan dengan karet pembendung ( tourniquet ) pada bagian atas daerah yang
akan dilakukan pemberian obat atau tegangkan dengan tangan / minta bantuan atau
membendung diatas vena yang akan dilakukan penyuntikan
9)
Ambil
spuit yang berisi obat
10) Lakukan penusukan dengan lubang
menghadap ke atas dengan memasukkan ke pembuluh darah
11) Lakukan aspirasi bila sudah ada
darah lepaskan karet pembendung dan langsung semprotkan obat hingga habis
12) Setelah selesai ambil spuit dengan
menarik dan lakukan penekanan pada daerah penusukan dengan kapas alcohol , dan
spuit yang telah digunakan letakkan ke dalam bengkok.
13) Catat reaksi pemberian, tanggal,
waktu, dan dosis pemberian obat
14) Cuci tangan.
5. Pemberian Obat Intravena Tidak
Langsung ( via Wadah )
Merupakan
cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan obat kedalam wadah
cairan intravena yang bertujuan untuk meminimalkan efek samping dan
mempertahankan kadar terapetik dalam darah.
a. Hal-hal
yang perlu diperhatikan
1) injeksi intra vena secara tidak
langsung hanya dengan memasukkan cairan obat ke dalam botol infuse yang telah
di pasang sebelumnya dengan hati-hati.
2) Jenis spuit dan jarum yang
digunakan.
3) Infeksi yang mungkin terjadi selama
injeksi.
4) Obat yang baik dan benar.
5) Pasien yang akan di berikan injeksi
tidak langsung adalah pasien yang tepat dan benar.
6) Dosis yang diberikan harus tepat.
7) tidak langsung harus tepat dan
benar. Cara atau rute pemberian obat melalui injeksi
b.
Indikasi dan kontra indikasi
indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan
tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara
oral dan steril.
kontra
indikasi : tidak steril, obat yang tidak dapat larut dalam air, atau
menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah.
c.
Alat dan bahan :
1)
Spuit
dan jarum sesuai dengan ukuran
2)
Obat
dalam tempatnya
3)
Wadah
cairan ( kantong / botol )
4) Kapas alcohol dalam tempatnya
d.
Prosedur Kerja :
1)
Cuci
tangan
2)
Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan
3)
Bebaskan
daerah yang akan disuntik, bila menggunakan bau lengan panjang buka dan ke
ataskan
4)
Cari
tempat penyuntikan obat pada daerah kantong
5)
Lakukan
desinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran.
6)
Lakukan
penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian tengah dan masukkan
obat perlahan-lahan ke dalam kantong / wadah cairan.
7)
Setelah
selesai tarik spuit dan campur dengan membalikkan kantong cairan dengan
perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung lain.
8)
Periksa
kecepatan infus.
9)
Cuci
tangan
10) Catat reaksi pemberian, tanggal,
waktu, dan dosis pemberian obat
6. Pemberian Obat Intravena Melalui
Selang
a. Alat dan
bahan :
1) Spuit dan jarum sesuai ukuran
2) Obat dalam tempatnya
3) Selang intravena
4) Kapas alcohol
b.
Prosedur Kerja:
1) Cuci tangan
2) Jelakan prosedur yang akan dilakukan
3) Periksa identitas pasien dan ambil
obat kemudian masukkan ke dalam spuit.
4) Cari tempat penyuntikan obat pada
daerah selang intravena
5) Lakukan desinfeksi dengan kapas
alcohol dan stop aliran
6) Lakukan penyuntikan dengan
memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian tengah dan masukkan obat
perlahan-lahan ke dalam selang intravena.
7) Setelah selesai tarik spuit.
8) Periksa kecepatan infuse dan
observasi reaksi obat
9) Cuci tangan
10) Catat obat yang elah diberikan dan
dosisnya
7. Pemberian Obat per Intramuskuler
Merupakan
cara memasukkan obat ke dalam jaringan otot. Lokasi penyuntikan dapat pada
daerah paha ( vastus lateralis ), ventrogluteal ( dengan posisi berbaring ),
dorsogluteal ( posisi tengkurap ), atau lengan atas ( deltoid). Tujuannya agar
obat di absorbsi lebih cepat.
a. Hal-hal
yang perlu diperhatikan
1) Tempat injeksi.
2) Jenis spuit dan jarum yang digunak
3) Infeksi yang mungkin terjadi selama
injeksi.
4) Kondisi atau penyakit klien.
5) Obat yang tepat dan benar.
6) Dosis yang diberikan harus tepat.
7) Pasien yang tepat.
8) Cara atau rute pemberian obat harus
tepat dan benar.
b.
Indikasi dan kontra indikasi
indikasi
: bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena
tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, bebas dari infeksi, lesi
kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saras besar di bawahnya.
kontra
indikasi : Infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau
saraf besar di bawahnya.
c.
Alat dan bahan :
1) Daftar buku obat/ catatan, jadual
pemberian obat
2) Obat dalam tempatnya
3) Spuit sesuai dengan ukuran, jarum
sesuai dengan ukuran : dewasa panjang 2,5-3,75 cm, anak panjang : 1,25-2,5cm.
4) Kapas alcohol dalam tempatnya
5) Cairan pelarut
6) Bak injeksi
7) Bengkok
d.
Prosedur Kerja:
1)
Cuci
tangan
2)
Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan
3)
Ambil
obat kemudian masukkan kedalam spuit sesuai dengan dosis setelah itu letakkan
pada bak injeksi
4)
Periksa
tempat yang akan dilakukan penyuntikan ( lihat lokasi penyuntikan ).
5)
Desinfeksi
dengan kapas alcohol pada tempat yang akan dilakukan penyuntikan
6)
Lakukan
penyuntikan:
7)
Pada
daerah paha ( vastus lateralis ) dengan cara anjurkan pasien untuk berbaring
terlentang dengan lutut sedikit fleksi
8)
Pada
ventrogluteal dengan cara anjurkan pasien utnuk miring, tengkurap atau
terlentang dengan lutut dan pinggul pada sisi yang akan dilakukan penyuntikan
dalam keadaan fleksi
9)
Pada
daerah dorsogluteal dengan cara anjurkan pasien untuk tengkurap dengan lutut di
putar kearah dalam atau miring dengan lutut bagian atats pinggul fleksi dan
diletakkan di depan tungkai bawah
10) Pada daerah deltoid ( lengan atas )
dengan cara anjurkan pasien untuk duduk atau berbaring mendatar lengan atas
fleksi.
11) Lakukan penusukkan dengan posisi
jarum tegak lurus.
12) Setelah jarum masuk lakukan aspirasi
spuit bila tidak ada darah semprotkan obat secara perlahan-lahan hingga habis.
C.
Pencegahan injury pengobatan dalam
praktek kebidanan
Alergi obat biasanya terjadi karena
tubuh seseorang sangat sensitif sehingga bereaksi secara berlebihan terhadap
obat yang digunakan.
a. Hindari mengkonsumsi obat yang tidak
diperlukan.
b. Ganti obat yang digunakan dengan
obat yang sesuai dengan kondisi/respon organ-organ dalam/luar.
c. Vitamin dikatakan aman, sebab
sekalipun vitamin dapat menimbulkan alergi bukan karena zat tambahan
didalamnya.
d. Untuk menghentikan alergi obat,
hanya dengan satu cara yaitu hanya dengan menghentikan pemakaian obat tersebut
dan mengatasi keadaan yang timbul dari efek.
e. Perlu kerja sama antara pasien
dengan dokter (tenaga medis)
f. Pasien harus mengemukakan
pengalamannya menggunakan obat selama ini, apakah obat tertentu membuat tubuh
alergi atau yang dicurigai menimbulkan alergi, akan sangat bagus atau baik jika
setiap orang memiliki catatan tertulis mengenai penggunaan obat dan apa yang dialami tubuhnya.
Teknik
penyimpanan obat
Dalam menyimpan obat harus
diperhatikan tiga faktor utama, yaitu :
a) Suhu, adalah faktor terpenting, karena
pada umumnya obat itu bersifat termolabil (rusak atau berubah karena panas),
untuk itu perhatikan cara penyimpanan masing-masing obat yang berbeda-beda.
Misalnya insulin, supositoria disimpan di tempat sejuk < 15°C (tapi tidak
boleh beku), vaksin tifoid antara 2 – 10°C, vaksin cacar air harus < 5°C.
b) Posisi, pada tempat yang terang, letak
setinggi mata, bukan tempat umum dan terkunci.
c) Kedaluwarsa, dapat dihindari dengan cara rotasi
stok, dimana obat baru diletakkan dibelakang, yang lama diambil duluan.
Perhatikan perubahan warna (dari bening menjadi keruh) pada tablet menjadi
basah / bentuknya rusak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar