BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sehat menurut WHO (Maryani, 2010) adalah
suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental maupun sosial serta tidak
hanya bebas dari penyakit atau kelemahan, sedangkan sehat menurut UU nomor 23
tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara
sosial dan ekonomi.
Dengan demikian, hidup sehat bagi suatu
keluarga bukan suatu yang mustahil. Semua orang di dunia ini menginginkan hidup
sehat, tidak mengalami penyakit. Tetapi kenyataannya di sekitar kita,
penyakit-penyakit dan sumber-sumbernya ada di mana-mana, Sehat yang dimaksud
bukan semata-mata bebas lepas dari penyakit infeksi, radang ataupun penyakit lainnya
tetapi juga sehat mental, juga sehat rohani. Jadi apa gunanya ketika manusia
tidak menderita penyakit fisik tapi ternyata menderita penyakit mental misalnya
depresi, kurang waras atau lainnya.
Keluarga mempunyai 5 fungsi yaitu fungsi afektif, sosialisasi dan
penempatan sosial, perawatan kesehatan, reproduksi dan ekonomi. Keluarga
berperan dan menjadi aktor kunci dalam menentukan tindakan yang tepat untuk
mengatasi masalah-masalah kesehatan anggota keluarga (Zulaekah, 2014; Setiadi,
2008).
Penelitian oleh Purwandari H (2011), menunjukkan dukungan keluarga
yang diwujudkan dalam pemberian rangsang atau stimulasi tumbuh kembang pada
bayi terbukti mampu meningkatkan skor perkembangan bayi pada kelompok
intervensi. Bayi dan balita membutuhkan stimulasi yang baik. Fase balita adalah
fase keemasan tapi juga rentan dalam perkembangannya. Stimulasi yang kurang
akan mengakibatkan kemampuan sosialisasi, bahasa, motorik halus dan kasar
menjadi terlambat (Depkes RI, 2009).
Berdasarkan fakta ini, perlu dikembangkan model pemberdayaan
keluarga dengan melibatkan kader kesehatan/relawan untuk membantu pendampingan
stimulasi pada balita. Hasil riset sebelumnya menunjukkan model pemberdayaan
hanya dengan melibatkan keluarga inti (ayah dan ibu), menggunakan media modul,
video, alat permainan terbukti mampu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
keluarga (Purwandari, 2011). Fakta lain menunjukkan bidan tidak efektif
melakukan skreening tumbuh kembang dan lebih melibatkan kader kesehatan, maka
pada pengembangan model pemberdayaan keluarga tahun kedua ini dilakukan dengan
melibatkan tenaga kader kesehatan/relawan untuk melakukan pendampingan
stimulasi pada area yang lebih luas yaitu pada balita dan waktu implementasi
diperpanjang lebih 4 bulan. Perkembangan yang diukur, lebih difokuskan pada
perkembangan personal sosial, bahasa dan motorik.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
Pentingnya Dukungan Keluarga mengenai Tumbuh Kembang ?
2. Bagaimana
proses Tumbuh Kembang ?
C. Tujuan
1. Untuk
Mengetahui pentingnya dukungan keluarga mengenai Tumbuh Kembang Bayi dan balita
.
2. Untuk
Mengetahui proses stimulasi Tumbuh Kembang
BAB
II
PEMBAHASAN
Sehat menurut WHO (Maryani, 2010) adalah
suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental maupun sosial serta tidak
hanya bebas dari penyakit atau kelemahan, sedangkan sehat menurut UU nomor 23
tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara
sosial dan ekonomi.
Upaya pemeliharaan kesehatan anak harus
ditujukan untuk mempersiapkan generasi sehat, cerdas, dan berkualitas, melalui
pemenuhan makanan bergizi dan perawatan dengan penuh kasih sayang. Kelompok
usia 6-24 bulan adalah usia emas karena perkembangan anak meningkat pesat,
sekaligus sebagai masa kritis, bila anak gagal melewatinya dapat terjebak
kondisi “point of no return”, artinya walau anak dapat dipertahankan
hidup tapi kapasitas perkembangan tak bisa kembali pada kondisi potensialnya.
Hasyuti, N (2011), menyebutkan masa kritis anak terjadi usia 6-24 bulan, karena
kegagalan tumbuh mulai terlihat.
Penelitian oleh Purwandari H
(2011), menunjukkan dukungan keluarga yang diwujudkan dalam pemberian rangsang
atau stimulasi tumbuh kembang pada bayi terbukti mampu meningkatkan skor
perkembangan bayi pada kelompok intervensi. Bayi dan balita membutuhkan
stimulasi yang baik. Fase balita adalah fase keemasan tapi juga rentan dalam
perkembangannya. Stimulasi yang kurang akan mengakibatkan kemampuan
sosialisasi, bahasa, motorik halus dan kasar menjadi terlambat (Depkes RI,
2009).
Proses tumbuh kembang bayi dan
balita merupakan masa yang penting dalam perkembangan selanjutnya. Peran
keluarga dalam bidang kesehatan dan dukungan sosial berkontribusi bagi balita
dalam menjalani proses tumbuh kembang secara normal dan wajar sehingga tidak
ada penyimpangan.
(1) Identifikasi kebutuhan
untuk stimulasi tumbuh kembang
Hasil penelitian
menunjukkan 100% responden teridentifikasi adanya kebutuhan untuk mendapatkan
informasi stimulasi tumbuh kembang balita. Hasil survei ini menunjukkan adanya
kebutuhan keluarga untuk melakukan stimulasi tumbuh kembang. Stimulasi tumbuh
kembang adalah kegiatan merangsang kemampuan
dasar anak, agar tumbuh kembang secara optimal. Latihan diberikan untuk
merangsang kemampuan personal sosial, bahasa, motorik halus dan kasar (Depkes,
2009).
(2) Identifikasi model
pemberdayaan
Hasil riset juga
menunjukkan model pemberdayaan yang dikehendaki oleh responden adalah dalam bentuk penyuluhan
rutin (41,27%). Frekuensi penyuluhan minimal 2 minggu sekali disetujui oleh
mayoritas responden (94,1%), penggunaan kombinasi antara penggunaan modul,
video dan pendampingan petugas disepakati oleh sebagian besar responden (
67,6%).
Dukungan sosial
untuk balita dapat diberikan melalui ibu balitanya yaitu dengan memberikan
penyuluhan dan pelatihan stimulasi dini tumbuh kembang untuk balita. Kegiatan
ini terdiri dari pelatihan klasikal selama 2 sesi. Sesi I, membahas praktik
perawatan anak, dilanjutkan materi pertumbuhan dan perkembangan, cara
melakukan stimulasi tumbuh kembang dengan melakukan demonstrasi kepada
keluarga. Setelah pelatihan, keluarga diberikan modul untuk pengingat
aktivitas yang harus dilakukan selama di rumah.
Keluarga balita kemudian
dikumpulkan dalam kelompok kecil berisi 8-10 orang, untuk kemudian diberikan
pendampingan setiap 2 minggu sekali. Pendampingan ini dilakukan oleh kader,
tenaga relawan dan didampingi peneliti. Aktivitas selama pendampingan adalah
mengevaluasi praktik stimulasi yang telah dilakukan, memberikan feedback dan
mengajarkan praktik stimulasi untuk usia di atasnya. Media menggunakan modul
dan video. Dalam modul terdapat lembar kunjungan, dan setiap kunjungan
dituliskan apa yang menjadi permasalahan keluarga, untuk kemudian diberikan
solusi. Stimulasi yang diberikan adalah stimulasi perkembangan motorik halus,
kasar, personal sosial dan bahasa sesuai dengan tahapan usia. Proses ini
berlangsung selama 5 bulan. Hasil temuan pada riset ini sesuai dengan penelitian
Rustina, (2007), menemukan adanya kebutuhan video untuk media pembelajaran
orangtua dalam meningkatkan partisipasi perawatan bayi prematur.
(3) Pengetahuan dan
keterampilan keluarga
Kompetensi pengetahuan dan
keterampilan keluarga dalam stimulasi pertumbuhan dan perkembangan balita
diukur dari pengetahuan terhadap prinsip stimulasi, kemampuan mengidentifikasi
kebutuhan stimulasi, kemampuan mengidentifikasi jenis aktivitas stimulasi, dan
kemampuan mendemonstrasikan stimulasi perkembangan pada anak.
Kegiatan penyuluhan dan pelatihan
dapat meningkatkan pengetahuan ibu tentang stimulasi tumbuh kembang anak.
Riset sebelumnya yang dilakukan Purwandari (2011) menemukan pelatihan yang
diberikan dengan media modul dan video mampu meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan keluarga dalam menstimulasi tumbuh kembang bayi.
(4) Pertumbuhan dan
perkembangan balita
Hasil pengukuran PB, BB dapat
diidentifikasi status gizi menggunakan panduan PB/ BB. Hasil riset menunjukkan status gizi kebanyakan dalam status
normal Setelah intervensi balita yang
kurus sudah tidak ada, dan balita gemuk meningkat.
Fakta ini
menunjukkan proses pelatihan, pendidikan kesehatan, dan proses pendampingan
pada keluarga mampu meningkatkan pengetahuan keluarga terkait penyediaan
nutrisi yang adekuat pada anak. Pengetahuan ini akan terimplementasi dalam
bentuk praktik keseharian berkaitan penyediaan nutrisi bagi anak, sehingga
balita yang kurus menjadi berkurang setelah intervensi diberikan.
Penelitian ini sesuai dengan
hasil penelitian sebelumnya. Siddiqi (2007), menemukan stimulasi dini akan
memberikan efek peningkatan perkembangan pada anak yang kerdil, kelebihan atau
kekurangan gizi. Pemberian suplementasi zinc dan stimulasi psikososial
mampu meningkatan perkembangan anak yang mengalami kurang gizi. Hasil riset ini
sesuai dengan hasil riset sebelumnya. Suatu program stimulasi yang diberikan
dirumah oleh pengasuh dapat meningkatkan perkembangan kognitif dan motor anak
yang terinfeksi HIV (Potterton, 2010).
Rangsang atau stimulasi dini oleh
keluarga dan sosial diberikan dengan memberikan pelatihan kepada orangtua cara
melakukan stimulasi dini untuk personal sosial, bahasa, motorik halus dan kasar
kepada keluarga. Selain itu, keluarga diberikan permainan sederhana untuk
melatih stimulasi. Hamadani (2006), mengembangkan indikator yang mempengaruhi
perkembangan anak usia 18 bulan diantaranya: kegiatan bermain, variasi alat
permainan, sumber permainan, keberadaan buku dan majalah.
(5) Dampak model
pemberdayaan terhadap pengetahuan dan ketrampilan keluarga
Penerapan model pemberdayaan memberikan
dampak terhadap pengetahuan keluarga, khususnya terkait prinsip dan kemampuan
identifikasi jenis stimulasi yang dibutuhkan dalam melakukan stimulasi tumbuh
kembang (p value= 0,04; p value=0,01). Namun demikian, model
pemberdayaan tidak memberikan dampak terhadap pengetahuan, khususnya terkait
aktivitas stimulasi (p value 0,46). Sementara untuk ketrampilan
melakukan stimulasi, model pemberdayaan tidak terbukti memberikan dampak
terhadap kemampuan ketrampilan dalam melakukan stimulasi (p value 0,40.)
(6) Dampak model
pemberdayaan terhadap pertumbuhan dan perkembangan balita
Model pemberdayaan memberikan dampak terhadap pertumbuhan balita
(berat badan dengan p value 0,00, panjang badan p value 0,00,
lingkar kepala p value 0,00, lingkar lengan atas p value 0,00).
Selain pertumbuhan, implementasi model pemberdayaan mampu memberikan dampak
signifikan terhadap perkembangan personal sosial, bahasa, motorik halus dan
kasar, masing-masing dengan nilai p value 0,00.
Menurut Croesnoe (2009), menemukan pemberian stimulasi kognitif di
rumah dan taman kanak-kanak memberikan dampak positif pada anak dengan orang
tua yang memiliki pendapatan rendah. Studi lain yang dilakukan dilakukan Nahar
(2009), menunjukkan intervensi psikososial yang terintegrasi untuk anak kurang
gizi berat mampu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak usia 6-24
bulan. Intervensi psikososial dilakukan dengan melakukan pertemuan rutin setiap
hari dengan ibu dan anak, serta sesi pertemuan secara individu selama 2 minggu
di rumah sakit. Kegiatan ini diikuti dengan kunjungan rumah secara rutin
selama 6 bulan.
Hasil temuan menunjukkan model pemberdayaan memberikan dampak
terhadap pertumbuhan dan perkembangan balita. Hasil riset ini selaras dengan
hasil-hasil riset sebelumnya. Riset yang dilakukan Hamadani (2006), Huda,
Khatun dan Grantham-McGregor (2006) menunjukkan pemberian stimulasi
psikososial pada anak usia 6-24 bulan dengan kurang gizi di Bangladesh, mampu
meningkatkan perkembangan mental, kemampuan vokalisasi, kooperatif, sikap
terhadap penguji, nada emosional, dan pengetahuan ibu tentang pengasuhan. Intervensi
psikososial dilakukan dengan mengajarkan pentingnya interaksi anak-orangtua
dan mempertahankan perkembangan anak (memberikan pujian, umpan balik positif,
permainan yang sesuai, pengajaran tentang pemberian label dan hukuman).
Studi yang dilakukan Nair (2009), menemukan pemberian stimulasi
dini (di rumah) pada satu tahun pertama kehidupan, efektif meningkatkan indeks
perkembangan mental dan psikomotor bayi. Intervensi psikososial pada tahap
perkembanga kritis (di bawah 5 tahun) dapat mencegah perilaku kekerasan pada
usia remaja dan dewasa (Grantham-McGregor, 2011).
Bonnier (2008) menemukan program stimulasi dini dalam bentuk Newborn
Individualized Developmental Care and Assessment Program serta Infant
Health and Development Program, efektif untuk mempertahankan kemampuan
kognitif dan interaksi orangtua dan anak, kemampuan gerak kasar meningkat dibandingkan
dengan individu yang berisiko lainnya. Sementara Barros (2008), menemukan
stimulasi kognitif yang kuat mampu memberikan pengaruh pada anak dengan
orangtua yang memiliki pendidikan rendah. Riset yang dilakukan Egami (2009),
menemukan latihan pergerakan mata dengan penanda mampu mengestimasi kemampuan
penglihatan pada masa kanak-kanak. Hasil studi ini menunjukkan stimulasi
visual memberikan manfaat positif bagi anak.
Perempuan memainkan peranan sangat penting
dan strategis sebagai motor di dalam menciptakan keluarga yang berkualitas.
Salah satu aspek yang mendukung keluarga berkualitas adalah kondisi kesehatan
keluarga. Kesehatan keluarga Dalam mengenal masalah kesehatan, pengambilan
keputusan, perawatan anggota keluarga, memelihara lingkungan tempat tinggal,
dan memanfaatkan fasilitas kesehatan, kebanyakan keluarga bertumpu pada ibu
yang diposisikan sebagai istri dan sebagai pemberi asuhan kesehatan. Pentingnya
peranan perempuan dalam peningkatan kesehatan keluarga dan masyarakat
menyebabkan perempuan selalu dijadikan ujung tombak dalam setiap program
pembangunan kesehatan masyarakat,
khususnya
pembangunan kesehatan masyarakat yang bersifat menaikkan derajat kesehatan bayi
dan anak.
Bila
perempuan yang diharapkan sebagai elemen penting dalam berperan aktif dalam
pembangunan, maka diperlukan upaya terpadu dalam rangka memberdayakan
perempuan. Perempuan memiliki peranan yang penting bagi kesehatan keluarga.
Bagi keluarga, perempuan memiliki peranan yang besar dalam mengajarkan
nilai-nilai kebersihan dan hidup sehat di rumah. Maka, jika perempuan sehat,
maka masyarakat pun akan sehat, termasuk bangsanya.
Masalah yang ditemukan adalah
permasalahan gizi yang tidak disadari oleh keluarga bahwa perlakuan
mendahulukan orangtua atau laki-laki makan terlebih dahulu masih biasa
dilakukan seperti yang diungkapkan bahwa terkadang memang itu dilakukan oleh
keluarga walaupun ada pula keluarga yang tidak melakukannya tetapi menerapkan
makan bersama dalam keluarga. Bila perempuan tidak memperoleh asupan makanan
yang lebih baik dalam jumlah yang memadai, perempuan akan mengalami gangguan
kesehatan secara umum, termasuk kelelahan yang luar biasa, rasa lemah, serta
anemia. Jika seorang perempuan yang
selama
hidupnya kurang mendapat makanan yang sebanding dengan energi yang dikeluarkan
kemudian hamil, pada waktu melahirkan nanti mungkin saja ia mengalami berbagai
kesulitan, antara lain pendarahan yang tak normal, infeksi, atau bayinya lahir
terlalu kecil.
Dalam penelitian ini terlihat bahwa perempuan
berperan dalam menjaga, merawat, dan turut serta dalam membuat keputusan
kesehatan keluarga yang akan dapat menciptakan kesehatan keluarga yang sehat
bagi setiap anggota keluarga.
Selain itu, dalam hal proses penyembuhan
penyakit kepada anggota keluarga, ada yang disebut dengan proses pengambilan
keputusan. Proses pengambilan keputusan keluarga pada saat mengalami gangguan
kesehatan mewarnai perilaku keluarga mencari pertolongan kesehatan (health
seeking behavior) yang dikaitkan dengan sistem kepercayaan tentang sehat
dan sakit, pengetahuan dan sikap mereka terhadap pelayanan kesehatan yang
tersedia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dukungan
keluarga dalam melakukan rangsang/stimulus tumbuh kembang pada bayi dan balita
dapat meningkatkan proses tumbuh kembang. Peningkatan peran keluarga dan
dukungan sosial (kader kesehatan) juga berdampak positif terhadap peningkatan
proses tumbuh dan kembang balita (seperti: personal sosial, bahasa dan
motorik). Keluarga dan kader kesehatan disarankan untuk terus memberikan
dukungan kepada bayi dan balita di lingkungan keluarga dan saat kegiatan
posyandu dengan cara memberikan rangsang secara optimal.
Dengan demikian,
hidup sehat bagi suatu keluarga bukan suatu yang mustahil. Semua orang di dunia
ini menginginkan hidup sehat, tidak mengalami penyakit. Tetapi kenyataannya di
sekitar kita, penyakit-penyakit dan sumber-sumbernya ada di mana-mana, Sehat
yang dimaksud bukan semata-mata bebas lepas dari penyakit infeksi, radang
ataupun penyakit lainnya tetapi juga sehat mental, juga sehat rohani. Jadi apa
gunanya ketika manusia tidak menderita penyakit fisik tapi ternyata menderita
penyakit mental misalnya depresi, kurang waras atau lainnya.
B. Saran
Melihat kenyataan bahwa perempuan menjadi
motor penggerak dalam penanganan kesehatan keluarga, maka perlu peningkatan
aktualisasi perempuan melalui pendidikan,karena pendidikan adalah elemen
essensial, sarana perempuan menemukan makna,pengetahuan, keterampilan, dan
memahami kebudayaannya. Dengan pendidikan, cakrawala perempuan menjadi demikian
luasnya. Maka semua pihak, tak terkecuali harus memberikan akses pendidikan
kepada perempuan.
DAFTAR PUSTAKA
Barros, A.J. D. Matijasevich, A. Santos, I. S and Halpern, R.
2008. Child development in a birth cohort: effect of child stimulation is
stronger in less educated mothers. International Journal off Epidemiology. Vol
39 (1): 285-294.
Bonnier. C. 2008. Evaluation of early stimulation programs for
enhancing brain development. Journal Acta Paediatrica. Vol 97 (7):
853-858
Crosnoe, et.al. 2009. Family socioeconomic status and consistent
environmental stimulation in early childhood. Journal Child Development.
Vol 81(3):972-987.
Departemen Kesehatan Jawa
Tengah. 2008. Profil Kesehatan Tahun 2008. Depkes Jawa Tengah. Semarang.
Nair, et.al..
2009. Effect of Child Development Centre model early stimulation among at risk
babies a randomized controlled trial. Journal Indian Pediatrics. Vol
46:20-26.
Nahar, et.al.. 2009. Effects of psychosocial stimulation on growth
and development of severely malnourished children in a nutrition unit in
Bangladesh. Europe Journal Clinical Nutrition. Vol 63 (6): 725-731.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar